Review Novel Guru Aini Andrea Hirata
review novel guru aini andrea hirata |
Di awal tahun ini bener-bener kejutan banget penulis favorit saya Andrea Hirata meluncurkan Novel terbaru yang berjudul Guru Aini. Ini merupakan Novel yang dijadikan sebagai prekuel dari novel sebelumnya yaitu Orang-orang Biasa. Mari kita simak dulu review novel guru aini andrea hirata.
Sebelumnya mari kita simak dulu apa itu prekuel. Awalnya saya bener-bener buta apa itu prekuel, setelah ditelusuri ternyata prekuel adalah cerita pengantar dari kisah sebelumnya. Jadi novel yang terbaru ini adalah kisah flash back, mundur ke belakang dari kisah novel orang-orang biasa.
Jadi kalian gak perlu bingung dengan alur ceritanya, karena di novel Guru Aini kalian bakal familiar dengan para tokoh-tokohnya seperti ada Aini, Ibu Desi Istiqomah, Debut, Para penghuni bangku belakang dsb. Asli baru kali ini nemuin novel berseri tapi jalan ceritanya mundur ke belakang, bener-bener unik ga bisa ditebak!
Kesan pertama membaca
Ketika kesan pertama membacanya, mayoritas pembaca termasuk saya pasti bakal terkejut karena mengira buku ini adalah berkisah tentang Guru Aini (Aini jadi guru) begitu kan? ternyata salah besar. Guru yang dimaksud dalam cerita ini bukan Aini, melainkan Bu Desi Istiqomah (which means gurunya Aini) sang Guru paling berwibawa, killer, tapi sekaligus guru terbaik pula di sekolahan.
Dari kesan pertama ini saya sudah salah tebak, makin penasaran lah untuk membacanya sehingga saya perlahan mulai melahapnya. Dan kejutanpun dimulai satu persatunya.
Alur cerita
Alur cerita ini diwali dengan mengisahkan seorang calon guru matematika yang bernama Desi. Dimana Desi adalah seorang yang cerdas bukan buatan mengenai ilmu matematika. Kecerdasannya telah tampak sejak ia masih duduk di bangku SMA dengan sering menjadi juara. Dia pun bertekad untuk masuk kuliah dan menjadi guru matematika. Sangat luar biasa cita-citanya, padahal orang tuanya mendesak agar ia memilih jurusan yang lebih prestis dan menjanjikan, namun semuanya ditolaknya mentah mentah.
Sampailah ia akhirnya memasuki tahapan lulus kuliah dan menjadi mahasiswa terbaik di kampusnya. Ia yang bercita-cita menjadi guru mau ditempatkan dimanapun meski jauh bukan main. Terlihat ketika ia dan teman-temanya menunggu hendak ditempatkan dimana nanti setelah lulus, melalui skema undian para calon guru ini akan disebar se-antero pulau sumatera untuk ditempatkan bertugas.
Awalnya Desi mendapat tempat tugas yang tak terlalu jauh nyaman pula, namun akhirnya ia rela menukar kupon undiannya untuk segera ditukarkan dengan milik temannya (yang mana temannya menadapat undian penempatan di daerah nun terpencil jauh di sana). Akhirnya terpilhlah Tanjung Hampar sebagai tempat dimana Desi akan mengabdikan diri.
Petualangan Desi pun akhirnya dimulai. Desi dengan berat hari harus berpisah dengan keluarga tersayang. Ayahnya yang begitu mencintai putrinya ini, memberikan bekal dan memakaikan sepatu sport sebagai bekal perlengkapan Desi hendak berlayar.
Perjalanan ini bukan perjalanan biasa, Desi harus menempuh perjalanan laut kurang lebih selama 3 hari 3 malam untuk sampai ke tempat tujuan. Singkat cerita, sampailah dia ke tempat yang dia tuju. Yang luar biasa dari tempat itu adalah betapa guru sangat dihormati di tempat Desi bertugas.
Terlihat masayarakat disana masih sangat mengaggumi sosok guru, dan begitu memuliakan para guru. Guru Desi ditempatkan di rumah dinas kecil untuk tinggal sementara waktu disana.
review novel guru aini andrea hirata |
Guru Desi dan sekolah
Tibalah masanya guru Desi untuk mengajar di sekolah barunya. Dari sini ternyata cerita mulai nyambung dengan kisah novel Orang-orang biasa. Muncul nama Aini, Djumiatun, dan para teman-teman lainnya yang menggambarkan betapa kacaunya pendidikan di kampung tersebut.Yang sangat memprihatinkan tentu saja penguasaan matematika dari para murid itu. Andrea hirata menyebutnya mereka mirip dengan bilangan biner, yang nilainya 1,0,1,0,1,0 terus tak berkesudahan hahaha. parah sekali.
Nyambunglah cerita ini, dimana Aini sang tokoh utama dari kisah ini ternyata memiliki kesamaan dengan nasib ibunya ketika dulu diajar Matematika oleh Bu Desi, sama-sama tidak bisa mengerjakan soal dan menjadi penghuni bangku bagian belakang.
Aini bin Syafrudin sangat-sangat trauma dengan matematika, dengar kata matematika saja sekejap perutnya mules. Dan berbagai macam alasan lainnya sehingga ia begitu alergi terhadap matematika. Sampai akhirnya ada sebuah titik balik, titik inilah yang memicu Aini untuk bisa menyukai matematika. Aini begitu ingin belajar Matematika karena ingin sekali bisa menjadi dokter dan menyembuhkan ayahnya yang sedang terbaring sakit.
Sejak itulah, ia berambisi memperbaiki nilai matematikanya yang parah. Ia beranikan diri untuk bergabung di kelas Bu Desi, tidak mudah tentunya. Karena dia harus belajar matematika dari dasar, paling dasar malah. Ibarat kata, Aini masuk ke dalam kawah candradimuka, untuk digembleng oleh bu Desi.
Aini dalam novel ini memiliki karakter kuat yang pantang menyerah. Dia kejar ketertinggalannya dengan belajar lebih keras dari sebelumnya. Dihampirinya rumah guru Desi tiap sore hanya untuk minta diajari matematika. Bisa ditebak, dia yang belajar dari nol hanya jadi bahan omelan Bu Desi. Dimarahinya habis habisan ketika pertama kali belajar.
Selang beberapa waktu belajar dengan Bu Desi, Aini akhirnya mulai membuahkan hasil. Terlihat dari grafik peningkatan nilai yang diperolehnya. Bisa dibilang lumayan adalah ketika ia mendapatkan nilai 2. Hanya nilai 2 saja sudah membuatnya gembira bukan main.
Perlahan nilainya membaik, ia makin gila matematika dan sangat tekun belajar. Ingat motivasinya? ia ingin menjadi dokter. Sehingga teman-teman menyebutnya 'Aini cita-cita menjadi dokter'. Tak hanya itu, di sepeda, di rumah dan dimanapun tertulis Aini cita cita dokter sebagai penegas.
Ada pula momen menarik ketika akhirnya Aini harus diadu dengan 2 jagoan kelas yang ahli matematika. Aini dihadapkan dengan soal yang begitu sulit. Bu Desi meminta kegita murid (salah satunya aini) untuk bisa maju dan mengerjakan bersama. Di momen inilah, Aini tampak sudah jauh melampaui teman-temannya yang paling jago matematika sekalipun. Aini berhasil menjawab dengan cepat dan tepat.
Hingga akhirnya pengumuman kelulusan SMA tiba, yang bikin terkejut adalah Aini berhasil menyabet nilai sempurna Matematika di sekolahnya. Setengah mimpinya kini perlahan mulai terwujud. Aini sangat bahagia dan menyampaikan kabar ini pada ayahnya yang tengah terbaring sakit. Aini dengan nilai sempurna itu makin mantap untuk melaju ke fakultas kedokteran yang penuh prestise.
Jika kalian baca kisah orang-orang biasa, maka dari sini cerita itu menjadi terhubung. Yang mana Aini akhirnya diterima masuk di sebuah universitas ternama, ia diterima masuk fakultas kedokteran. Namun sayangnya, sebagaimana kita tahu bahwa Aini datang dari keluarga yang tidak mampu. Aini harus terbentur oleh masalah biaya yang harus dibayar untuk uang masuk kedokteran.
Pahit rasanya menerima kenyataan bahwa Aini harus menyerah karena keadaan yang dialaminya. Ia harus pulang kampung, mengubur mimpinya.
Saya pun sebagai pembaca turut sedih dan prihatin. Dimana ada anak cerdas yang mempunyai bakat luar biasa harus terhenti mimpinya.
Well, ada hal menarik yang ingin saya sampaikan. Di buku orang-orang biasa, Bang Andrea menyampaikan bahwa kisah yang diangkat diambil dari kisah nyata yaitu ada anak dari Belitung yang gagal masuk kedokteran karena terhalang biaya. Jika kalian search nama anak tersebut (tertulis di Novel orang-orang biasa) maka kalian akan dapati nama anak tersebut.
Coba deh iseng googling apa hasilnya. Saya sempat mencobanya dan menemukan hasil bahwa memang betul kisah itu nyata adanya. Dan ada pula surat resmi yang ditulis Andrea Hirata kepada rektor kampus untuk meminta keringanan biaya. Namun apa daya, hal itu tidak ditanggapi.
Mungkin dengan dituliskannya kisah ini dalam sebuah novel, Andrea ingin mengkritik pada pemerintah, pada pihak kampus agar jagan abai terhadap anak-anak yang memiliki kompetensi yang luar biasa. Agar jangan lupa bahwa rakyat miskin agar dipelihara oleh negara, begitu amanah UUD kita. Jangan hanya karena uang semata, mimpi anak-anak yang brilian terenggut secara menyakitkan.
Untuk novel kali ini saya sangat apresiasi, sangat menyentuh nilai nilai pendidikan. Andrea Hirata terbukti mampu menyuguhkan cerita berlatar belakang pendidikan yang sangat menyentuh. Saya yang berkecimpung di dunia pendidikan sangat terhibur dengan novel ini. Dan sudah sepatutnya karya tersebut untuk difilmkan agar gaungnya lebih terasa dan lebih didengar lagi oleh pemerintah.
Dua novel terakhir Andrea Hirata layak mendapat apresiasi, bahkan jika perlu mendapat kesempatan untuk diterjemahkan ke dalam bahasa inggris. Dan semoga tidak ada lagi kisah pilu seperti yang dialami oleh Aini.
Post a Comment for "Review Novel Guru Aini Andrea Hirata"