Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kupas Tuntas Pembahasan Fiqih Aqiqah Menurut Madzhab Imam Syafi'i


Segala puji bagi Allah ta’aala Tuhan semesta alam yang menciptakan manusia untuk saling berpasangan dan berketurunan. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, beserta keluarga, para shahabat yang mulia serta para pengikut beliau yang setia.

Bagi sepasang insan yang sudah menikah tentu sangat bahagia sekali dengan kehadiran sang buah hati yang telah lama dinanti-nanti kehadirannya.

Segala macam hal dipersiapkan dengan begitu matang untuk sang buah hati. Biasanya sang ibu akan sibuk sekali belanja sana, belanja sini untuk menyambut kehadiran sang bayi.

Ada banyak hal yang dipersiapkan misalnya perlengkapan mandi bayi, bak mandi bayi, minyak telon, bedak bayi, kain bedong bayi, selendang bayi, baju bayi, sarung tangan dan sarung kaki bayi, celemek, kain popok, pempers, botol susu, tempat tidur bayi, perlak, bantal bayi dan kelambu bayi dan sebagainya.

Ternyata banyak juga ya perlengkapan untuk bayi yang baru lahir. Namun kita juga harus tahu ada beberapa ”perlengkapan” yang mesti disiapkan dalam hal syariat.

Misalnya seperti persiapan aqiqah , tahnik, alat cukur rambut bayi, persiapan memberi nama bayi dan lain-lain.

Setiap kajian di masjelis ilmu seringkali juga banyak pertanyaan yang dilontarkan oleh para jamaah khususnya mengenai fiqih seputar aqiqah dan seputar bayi. Setiap ada bayi lahir pasti pertanyaan tersebut selalu terulang kembali untuk dipertanyakan.

Nah, InsyaAllah dalam tulisan kali ini akan merangkum sekaligus menjelaskan semua permasalahan yang berkaitan dengan bayi khususnya terkait fiqih aqiqah. Namun pembahasan dalam buku ini penulis khususkan penjelasannya berdasarkan fiqih madzhab Imam Syafi'i saja.

Ketika anda membaca buku ini insyaAllah seperti anda membaca ringkasan kitab Al-Majmu’ Syarh al- Muhadzdzab karya seorang ulama ahli hadits dan ahli fiqih, yaitu Al-imam An-Nawawi rahimahullah. Kami bahas tuntas sehingga Insya Allah akan memuaskan pertanyaan yang antum semua miliki selama ini.


 

Aqiqah

1. Pengertian Aqiqah

Sebagai seorang muslim kita pasti sudah sering sekali mendengar istilah aqiqah. Namun istilah aqiqah ini terkadang sudah terlanjur mengalami pergeseran makna dari makna aslinya.

Mungkin karena terlalu sering diidentikkan dengan sesuatu yang lain, seperti seringnya acara aqiqah digelar dengan beragam acara ritual atau adat dengan berbagai mata acaranya, seperti pengajian, ceramah, pembacaan dzikir, tahlil, maulid barzanji, bahkan terkadang mengundang artis dan keramaian.

Padahal bila kita kembalikan kepada istilah aslinya, yang disebut dengan aqiqah tidak sampai sejauh itu. Setidaknya jauh lebih sederhana dan lebih bermakna, ketimbang prosesi yang terlanjur dianggap keharusan dari ketentuan syariat aqiqah itu sendiri yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Al-Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah menjelaskan definisi aqiqah dalam kitabnya al- Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab sebagai berikut: Istilah aqiqah berasal dari kata al-Aqqu yang maknanya adalah memotong. Al-Azhari mengutip perkataan Abu Ubaid dan al-Ashma’i dan lainnya bahwa aqiqah sebetulnya adalah rambut yang tumbuh di kepala bayi ketika dilahirkan. Nah hewan yang disembelih itu dinamakan aqiqah sebab rambut bayi tersebut dipotong ketika prosesi penyembelihan hewan.

Al-Imam Abu Bakr al-Bakri ad-Dimyati (w. 1310 H) rahimahullah juga menjelaskan definisi aqiqah yang hampir mirip dengan apa yang disebutkan Imam an- Nawawi di atas.

Beliau berkata dalam kitabnya I’anatu at-Thalibin sebagai berikut: Aqiqah secara bahasa maknanya adalah rambut yang ada di kepala bayi ketika lahir. Adapun secara istilah aqiqah adalah hewan yang disembelih untuk sang bayi pada saat rambut bayi tersebut dipotong. Salah satu hikmah adanya syariat aqiqah adalah untuk menampakkan rasa kegembiraaan, kenikmatan dan menyebarkan nasab.

Jadi pada intinya yang namanya aqiqah itu sebenarnya adalah proses penyembelihan hewannya, dan bukan acara yang lainnya seperti mengadakan pengajian, pembacaan dzikir atau maulid dan lain-lain.

Hal ini dikarenakan acara doa bersama atau pengajian maulid dan yang semisalnya itu adalah hanya acara tambahan saja atau adat di suatu tempat saja.

Yang mana acara doa bersama atau pengajian maulid semacam ini boleh boleh saja dilakukan sebab berdoa juga anjuran dari agama. Pembacaan maulid adalah bentuk tabarrukan kita kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dengan membaca sejarah kelahiran beliau shallallahu alaihi wasallam.

Namun yang perlu kita pahami adalah makna sebenarnya dari aqiqah itu adalah menyembelih hewan kambing. Jadi jika sudah disembelihkan hewan kambing untuk sang bayi maka sudah sah disebut sebagai aqiqah. Walaupun tanpa ada acara tambahan lainnya.


2. Dalil-dalil Mengenai Aqiqah

Para ulama menyebutkan bahwasanya ada banyak hadits yang menjelaskan perihal aqiqah. Diantaranya adalah sebagai berikut:

a.Hadits Pertama

Dari Buraidah radhiyallahu anhu berkata: Bahwa sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah mengaqiqahi al-Hasan dan al-Husain alaihima as-Salam. (HR. An-Nasai dengan sanad yang shahih)

b. Hadits Kedua

Dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya mengenai Aqiqah, Beliau menjawab: Saya tidak suka perilaku membangkang kepada orang tua. Barang siapa yang melahirkan seorang bayi dan ingin menunaikan ibadahnya maka laksanakanlah, untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor kambing. (HR. Al-Hakim Dengan Sanad Yang Shahih)

c. Hadits Ketiga

Dari Muhammad bin Siriin, bahwa Salman bin Amir ad-Dhibbi telah menceritakan kepada kami, beliau berkata: Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Bagi seorang anak itu ada ketentuan aqiqah, maka sembelihkanlah hewan untuknya dan hilangkanlah penyakit darinya. (HR. Al-Bukhari)

d. Hadits Keempat

Dari Ummu Karz Radhiyallahu anha berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tentang aqiqah, beliau bersabda: Bagi bayi laki-laki dua ekor kambing yang sama dan bagi bayi perempuan satu ekor kambing.   (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai dan Ibnu Majah. Imam at-Tirmidzi mengatakan ini hadits shahih)

e. Hadits Kelima

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah mengaqiqahi al-Hasan dan al-Husain masing masing satu ekor kambing. (HR. Abu Dawud dengan sanad yang shahih) 

f.Hadits Keenam

Dari Aisyah Radhiyallahu Anha berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengaqiqahi al-Hasan dan al-Husain alaihima as-Salam pada hari ke tujuh, dan beliau memberi nama di hari itu juga dan memerintahkan untuk menghilangkan penyakit dari kepalanya. (HR. Al-Baihaqi dengan sanad hasan) 

g. Hadits Ketujuh

 Dari Aisyah Radhiyallahu Anha berkata: Dahulu orang orang jahiliyah mengoleskan kain dengan darah aqiqah di kepala sang bayi. Lalu Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk menggantinya dengan wewangian. (HR. Al-Baihaqi dengan sanad hasan) 

 

Kambing merupakan hewan yang lazim digunakan untuk Aqiqah

Fiqih Seputar Aqiqah

Pada bab ini akan kami jelaskan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aqiqah. Penulis sengaja mengkhususkan penjelasan masalah aqiqah ini berdasarkan madzhab Syafi’iy saja. Mengingat kita di indonesia mayoritas adalah bermadzhab Syafiiy.

Dan sebagian besar dalam penyusunan buku ini, Penulis merujuk langsung pada sebuah kitab yang sangat fenomenal dalam madzhab Syafiiy yaitu kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab karya seorang pakar ahli hadits dan ahli fiqih ternama yaitu Imam an- Nawawi (w. 676 H) rahimahullah.

Selain kitab di atas Penulis juga merujuk pada kitab kitab fiqih madzhab Syafi’iy yang lainnya seperti kitab Tuhfatul Muhtaj, Mughnil Muhtaj, Nihayatul Muhtaj dan I’anathu at-Thalibiin.

Nah, langsung saja berikut ini adalah beberapa pembahasan seputar fiqih aqiqah dan yang berkaitan dengan kelahiran bayi.

Alhamdulilah Saya telah mengumpulkan setidaknya ada sekitar 47 pembahasan dalam masalah aqiqah dan yang berkaitan dengan kelahiran bayi, diantaranya yaitu:


1. Hukum Aqiqah

Dalam madzhab Syafiiy aqiqah hukumnya adalah sunnah mu’akkadah. Yaitu suatu ibadah yang sangat diajurkan sekali untuk dilakukan.

Ibadah aqiqah ini jika dilakukan tentu berpahala di sisi Allah ta’aala. Namun jika tidak dilakukan pun tidak apa apa dan tidak berdosa.

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Aqiqah  hukumnya  adalah  mustahab  dan sunnah  mu’akkadah.

Namun seyogyanya bagi yang memiliki keluasan rizki untuk tidak meninggalkan ibadah yang satu ini.

Sebab walaupun hukumnya sebatas sunnah (tidak wajib) namun sunnah yang satu ini termasuk sunnah yang sangat dianjurkan sekali. Dengan kata lain sunnah mu’akkadah (sunnah yang sangat kuat).


2. Maksud Bayi Tergadaikan Dengan Aqiqahnya

Sering kita dengar ada orang bilang jika bayi belum diaqiqahi maka bayi tersebut masih tergadaikan. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:

Dari Samrah radhiyallahu anhu: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Seorang anak itu tergadaikan dengan aqiqahnya. Maka disembelihkan aqiqah pada hari ke 7, diberi nama dan dicukur rambutnya. HR. at-Tirmidzi. 

Nah, lalu apa yang dimaksud dengan seorang anak tergadaikan dengan aqiqahnya?

Syaikh Abu Bakr ad-Dimyati (w. 1310 H) rahimahullah dalam kitab I’anatu at-Thalibiin menyebutkan bahwa:

Adapun makna murtahanun (tergadaikan) maksudnya adalah tidak bisa tumbuh sempurna seperti anak pada umumnya. Imam al-Khattabi mengatakan bahwa makna yang paling bagus adalah makna dari Imam Ahmad bin Hanbal. Yaitu maknanya adalah jika anak tidak diaqiqahi maka anak tersebut tidak bisa mensyafaati (menolong) orang tuanya pada hari kiamat kelak. Yaitu tidak diberi izin untuk memberi syafaat.


3. Berapa Ekor Yang Disembelih

Menurut madzhab Syafi’iy disunnahkan apabila bayi yang lahir adalah laki-laki maka aqiqahnya adalah 2 ekor kambing. Namun jika bayinya adalah perempuan maka cukup 1 ekor kambing saja.

Akan tetapi seandainya ada orang tua yang hanya mampu membeli 1 ekor kambing saja untuk bayi laki- laki maka menurut madzhab Syafi’iy aqiqahnya tetap sah. Hanya saja kurang afdhal. Sebab afdhalnya bayi laki-laki aqiqahnya adalah 2 ekor kambing.

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Sunnahnya aqiqah bayi laki-laki adalah 2 ekor kambing dan bayi perempuan 1 ekor kambing. Namun jika mengaqiqahi bayi laki-laki hanya dengan 1 ekor kambing saja maka tetap mendapatkan kesunnahan aqiqah. Seandainya ada 2 bayi hanya disembelihkan 1 ekor kambing saja maka tidak sah aqiqahnya


4. Hukum 1 Kambing Niat Qurban & Aqiqah

Bolehkah 1 ekor kambing diniatkan untuk qurban dan juga sekalian aqiqah? jadi 1 kambig dengan dua niat. Dalam madzhab Syafi’iy ternyata ada perbedaan pendapat antara Imam Ibnu Hajar al-Haitami dan Imam ar-Ramli rahimahumallah.

Imam Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H) rahimahullah dalam kitab Tuhfatul Muhtaj Fii Syarhil Minhaj menyebutkan bahwa: Secara dzahir perkataan matan kitab al-Minhaj dan para ulama syafiiyah bahwa jika 1 ekor kambing diniatkan qurban dan sekaligus niat aqiqah maka tidak sah salah satu dari keduanya.

Adapun Imam ar-Ramli (w. 1004 H) rahimahullah dalam kitab Nihayatul Muhtaj Ilaa Syarhil Minhaj menyebutkan bahwa: Seandainya 1 ekor kambing diniatkan qurban dan aqiqah sekaligus maka sah dan mendapatkan kesunnahannya.7

Jadi intinya adalah menurut Imam Ibnu Hajar al- Haitami tidak boleh 1 ekor kambing dengan dua niat yaitu qurban sekaligus aqiqah. Namun menurut Imam ar-Ramli yang seperti itu diperbolehkan bahkan qurban dan aqiqahnya dihukumi sah.


5. Bolehkah Satu Sapi Untuk 7 Anak

Madzhab Syafi’iy menyatakan bahwa hewan aqiqah itu tidak harus dengan kambing. Boleh boleh saja aqiqah dengan hewan sapi, kerbau atau unta.

Nah, Dalam madzhab Syafi’iy jika ingin melaksanakan aqiqah dengan hewan unta, sapi atau kerbau boleh diatas namakan 7 bayi. Hal ini sama seperti penjelasan dalam masalah fiqih qurban.

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Seandainya ada yang menyembelih sapi atau unta untuk aqiqah 7 anak atau beberapa orang patungan 7 orang maka hukumnya boleh. Baik semuanya berniat aqiqah atau sebagian dari mereka dengan niat yang lainnya.


6. Batas Umur Hewan Untuk Aqiqah

Hewan yang diperbolehkan untuk aqiqah hanya hewan yang sudah cukup umur saja. Jika belum mencapai batasan umur yang ditentukan syariat maka qurbannya tidak sah. Sama seperti halnya hewan qurban.

Hati-hatilah Anda dalam membeli hewan aqiqah. Begitu juga anda sebagai pedagang hewan aqiqah harus hati-hati ketika menjual hewan aqiqah. Tanggung jawab ada di pundak Anda. Jangan sampai aqiqah seseorang menjadi tidak sah gara gara Anda menjual hewan aqiqah yang belum cukup umur.

Nah, Dalam madzhab Syafi’i hewan aqiqah hanya boleh:

1. Unta minimal sudah berumur 5 tahun

2. Sapi minimal sudah umur 2 tahun

3. Kambing minimal sudah umur 2 tahun9

4. Domba minimal sudah umur 1 tahun.10

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan sebuah kaidah umum yang harus kita hafal dan ingat terus, yaitu: Standar sahnya aqiqah adalah sama seperti standar sahnya qurban. Imam an-Nawawi menambahkan bahwa: Tidak sah (qurban/aqiqah) dengan domba kecuali sudah berumur 1 tahun, begitu juga tidak sah unta yang belum berumur 5 tahun, sapi yang belum 2 tahun dan kambing yang belum berumur 2 tahun lebih. Inilah yang ditetapkan oleh Imam Syafi’iy dan para ulama syafiiyah.

 

7. Syarat Hewan Yang Sah Untuk Aqiqah

Setelah mengetahui batas umur hewan yang sah untuk aqiqah maka langkah selanjutnya adalah memastikan bahwa hewan tersebut tidak cacat.

Sebab dalam madzhab Syafiiy jika hewan aqiqah tersebut cacat maka tidak sah untuk dijadikan hewan aqiqah. Misalnya hewan yang buta, sakit, pincang, terpotong telinganya dan kurus sekali badannya.

Adapun jika cacatnya hanya patah tanduk atau hilang tanduknya maka menurut madzhab syafiiy tetap sah untuk aqiqah.

Para ulama syafiiyah sepakat bahwa hewan yang buta tidak sah untuk qurban. Begitu juga hewan yang buta sebelah (picek). Begitu juga hewan yang pincang kakinya. Begitu juga hewan yang sakit dan kurus sekali badannya. Namun para ulama berbeda pendapat dalam masalah hewan yang patah atau hilang tanduknya. Menurut madzhab syafiiy tetap sah. Adapun jika terputus telinganya baik semua atau hanya sebagian telinga saja maka tidak sah untuk qurban.


8. Hewan Yang Afdhal Untuk Aqiqah

Telah kita ketahui bersama bahwa aqiqah boleh dengan kambing, sapi atau unta. Lalu manakah yang afdhal dari ketiga jenis hewan ini untuk dijadikan hewan aqiqah.

Imam an-Nawawi rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menjelaskan bahwa: Adapun hewan yang afdhal secara urutannya adalah unta, kemudian sapi, kemudian domba dan kemudian baru kambing. Hal ini sama seperti masalah qurban.

Di Indonesia umumnya ketika melakukan aqiqah pasti yang disembelih adalah hewan kambing. Jarang sekali ada orang mengaqiqahi anaknya dengan menyembelih sapi apa lagi unta.

Lalu manakah yang afdhal dari 3 hewan tersebut untuk dijadikan hewan aqiqah? bagaimana detail perinciannya?

Pertama: jika perbandingannya adalah yang aqiqah masing-masing 1 orang (unta atas nama 1 bayi, sapi atas nama 1 bayi, kambing atas nama 1 bayi dst) maka urutannya yang afdhal adalah berqurban unta, sapi, domba baru kambing.

Kedua: jika perbandingannya adalah 1 sapi atas nama 7 bayi dengan kambing atas nama 1 bayi maka yang afdhal adalah yang aqiqah kambing atas nama 1 bayi dari pada 1 sapi atas nama 7 bayi.

Imam an-Nawawi rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Unta lebih afdhal dari pada sapi, sapi lebih afdhal dari pada kambing. Dan domba 1 tahun lebih afdhal dari pada kambing 2 tahun, hal ini disepakati para ulama syafiiyah. Adapun 1 ekor kambing lebih afdhal dari pada 1 ekor unta atau sapi atas nama 7 bayi (kolektif).

Ketiga: jika perbandingannya adalah 1 sapi atas nama 1 bayi dengan 7 ekor kambing atas nama 1 bayi maka yang afdhal adalah yang aqiqah 7 ekor kambing atas nama 1 bayi dari pada 1 sapi atas nama 1 bayi. Sebab yang dinilai adalah dalam hal menumpahkan darah dari beberapa hewan. Semakin banyak menumpahkan darah dari beberapa hewan maka semakin afdhal.

Imam al-Baghawi dan ulama lainnya berkata: berqurban 1 ekor kambing yang gemuk lebih afdhal dari pada qurban 2 ekor kambing yang kurus.

Dan ketika ingin membeli hewan aqiqah baik sapi atau kambing diperbolehkan yang berjenis kelamin jantan maupun betina. Namun menurut madzhab Syafiiy yang paling bagus dan afdhal adalah aqiqah dengan hewan yang jantan.

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Qurban (termasuk aqiqah) boleh dan sah dengan yang jantan atau betina. Mengenai mana yang afdhal ada perbedaan diantara ulama, namun yang benar menurut Imam Syafiiy dan para ulama syafiiyah bahwa hewan jantan lebih afdhal dari pada hewan betina.


9. Haruskah Menyaksikan Penyembelihan

Para ulama madzhab Syafiiy mensunnahkan bagi yang mengaqiqahi anaknya untuk ikut serta hadir menyaksikan proses penyembelihan hewan aqiqah.

Menghadiri penyembelihan aqiqah ini hukumnya sunnah, bukan wajib. Seandainya tidak hadir pun tidak apa apa. Aqiqahnya tetap sah.

Imam an-Nawawi mengatakan Disunnahkan jika mewakilkan penyembelihan kepada orang lain untuk ikut hadir menyaksikan penyembelihan. Karena ada riwayat dari Abu Said al-Khudri bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata kepada Fatimah: “Berdirilah untuk sesembelihanmu (qurban) dan saksikanlah. Sesungguhnya tetesan darah yang pertama bisa mengampuni dosamu yang telah lalu”. HR. al- Baihaqi.


10. Bolehkah Aqiqah Di Kampung

Ada sebagian kaum muslimin yang tinggal di perkotaan seperti Jakarta melakukan aqiqah anaknya yang baru lahir tapi bukan di Jakarta. Yaitu menyembelih hewan aqiqahnya di kampung halaman orang tuanya. Caranya adalah dengan mentransfer sejumlah uang ke orang tua mereka yang ada di desa. Kemudian beli kambingnya di desa tersebut dan disembelih juga di sana.

Hal ini dilakukan dengan alasan macam-macam misalnya ada yang bilang aqiqah di Jakarta ribet, susah atau mahal harga kambingnya. Jadi sengaja aqiqah di desa orang tuanya agar mendapatkan harga kambing yang lebih murah alias irit biaya.

Apakah praktek semacam ini diperbolehkan? Bagaimana hukumnya?

Syaikh Abu Bakr ad-Dimyati (w. 1310 H) rahimahullah dalam kitab I’anatu at-Thalibiin menyebutkan bahwa: Diperbolehkan mewakilkan pembelian hewan qurban atau aqiqah dan juga boleh mewakilkan dalam hal penyembelihannya. Walaupun qurban dan aqiqah tersebut dilakukan bukan di tempat tinggal si pengqurban dan orang yang mengaqiqahi. Jadi intinya boleh boleh saja jika ingin aqiqah di kampung halaman orang tuanya. Dan aqiqahnya tetap sah. Yang penting hewannya betul betul disembelih dan diniatkan aqiqah untuk sang bayi.


11. Kesunnahan Ketika Menyembelih

Dalam madzhab syafii disunnahkan bagi penjagal hewan (penyembelih hewan) untuk membaca basmallah sebelum menyembelih aqiqah. Seandainya lupa atau sengaja tidak membaca basmallah maka aqiqahnya tetap sah. Hanya saja jika sengaja tidak membaca basmallah hukumnya adalah makruh.

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Membaca basmallah ketika menyembelih hukumnya mustahab (sunnah). Termasuk juga ketika berburu dengan tombak dan anjing. Seandainya sengaja tidak membaca basmallah maka sesembelihannya tetap sah. Namun dihukumi makruh jika sengaja tidak membaca basmallah. Setelah membaca basmallah kemudian disunnahkan juga membaca takbir (Allahu Akbar).

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Para ulama syafiiyah sepakat bahwa disunnahkan membaca takbir bersamaan dengan basmallah. Maka hendaklah dia mengucapkan “bismillahi wallahu akbar”. 

Setelah membaca basmallah dan takbir disunnahkan pula membaca shalawat atas Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa:mDisunnahkan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersamaan dengan basmallah ketika menyembelih qurban.  Hal  ini  sebagaimana yang  dinaskan oleh 

Imam Syafiiy dalam kitab al-Umm dan dibenarkan oleh imam asy-Syairozi dan ulama syafiiyah lainnya.

Selain membaca basmallah, takbir dan shalawat disunnahkan juga berdoa dengan mengucapkan “Allahumma minka wa ilaika, Allahumma inna hadzihi aqiqotu fulan”.

Imam ar-Ramli (w. 1004 H) rahimahullah dalam kitab Nihayatul Muhtaj menyebutkan bahwa:

Disunnahkan menyembelih pada pagi hari setelah matahari terbit. Dan ketika menyembelih mengucapkan: Bismillah, Allahu Akbar, Allahumma minka wa ilaika, Allahumma inna hadzihi aqiqotu fulan (ya Allah ini darimu dan untukmu, ya Allah sesunguhnya ini aqiqahnya fulan).

Sebelum melakukan proses penyembelihan disunnahkan juga untuk menghadap ke arah kiblat bagi penjagal/penyembelih. Begitu juga hewan yang disembelih disunnahkan untuk dihadapkan ke kiblat.

Imam  an-Nawawi mengatakan menghadap ke kiblat bagi penyembelih dan menghadapkan hewan qurban ke arah kiblat hukumnya mustahab (sunnah). Hal ini disunnahkan di semua penyembelihan, namun pada hadyu dan qurban sangat disunnahkan. 

Ketika hewan dihadapkan ke arah kiblat disunnahkan posisi badan hewan aqiqah untuk dimiringkan tidur diatas bagian kirinya. Berarti posisi kepala berada diarah selatan. Bukan diarah utara.

Bahkan para ulama syafiiyah menganjurkan untuk mengikat semua kakinya kecuali kaki kanan. Kaki kanan dilepas saja. 

Disunnahkan untuk membaringkan hewan qurban (sapi & kambing) miring diatas bagian kirinya. Inilah yang dijelaskan Imam al-baghawi dan ulama syafiyyah. Bahkan mereka menganjurkan untuk melepaskan kaki kanan dan mengikat 3 kaki lainnya.

Dalam madzhab syafiiy ada 2 saluran yang wajib putus ketika hewan disembelih. Yaitu saluran nafas (hulqum) dan saluran makanan (marii’).

Imam Taqiyuddin Al-Hisni (w. 829 H) rahimahullah juga berkata agar sesembelihan menjadi halal maka harus memotong semua bagian Hulqum (saluran nafas) dan al-Mari’ (saluran makanan) dengan alat (pisau).

Para ulama Syafiiyah juga menganjurkan bagi orang tua yang mengaqiqahi anaknya untuk menyembelih hewan aqiqahnya dengan tangannya sendiri tanpa diwakilkan.

Namun jika ingin mewakilkan kepada orang lain maka hukumnya boleh. Berikut ini ketentuan dalam mewakilkan penyembelihan:

1. Untuk wanita dianjurkan untuk mewakilkan penyembelihan hewan qurbannya kepada seorang laki-laki.

2. Afdhalnya mewakilkan penyembelihan hewan kepada orang muslim yang faqih dalam masalah fiqih aqiqah.

3. Tidak boleh mewakilkan penyembelihan kepada kafir non ahli kitab. Termasuk kepada orang yang murtad.

4. Boleh mewakilkan penyembelihan kepada ahli kitab. Dan halal sesembelihannya.

5. Boleh mewakilkan penyembelihan kepada anak kecil (mumayyiz), tapi hukumnya makruh.

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa:

Imam Syafiiy dan ulama syafiiyah berkata: dianjurkan menyembelih qurban dengan tangannya sendiri. Imam al-Mawardi berkata: kecuali seorang wanita disunnahkan baginya mewakilkan kepada laki-laki. Dan boleh bagi pria & wanita untuk mewakilkan penyembelihan kepada orang lain yang muslim dan paham ilmu fiqih qurban. Dan tidak boleh mewakilkan kepada non ahli kitab dan murtad. Diperbolehkan mewakilkan kepada ahli kitab, wanita dan anak kecil, namun makruh hukumnya mewakilkan ke anak kecil. 

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah melanjutkan penjelasannya terkait kenapa boleh mewakilkan penyembelihan hewan aqiqah kepada orang lain. Yaitu qiyas kepada masalah qurban: Telah benar adanya dalil-dalil shahih bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam berqurban 100 ekor unta yang beliau hadiahkan disuatu hari pada hari nahr, beliau menyembelih 60 lebih dari unta tersebut. Dan memerintahkan sahabat Ali bin Abi Thalib untuk menyembelih sisanya sampai sempurna 100 ekor.


12. Bolehkah Menyembelih Pada Malam Hari

Biasanya masyarakat kita melakukan penyembelihan aqiqah adalah pada pagi hari atau siang hari. Sebab waktu pagi atau siang ini adalah waktu yang afdhal untuk menyembelih hewan aqiqah.

Namun jika seandainya kita menyembelih qurban pada malam hari apakah diperbolehkan? Apakah sah qurbannya?

Para ulama madzhab Syafi’iy mengatakan bahwa menyembelih hewan aqiqah pada malam hari hukumnya adalah boleh boleh saja dan tidak haram.

Aqiqahnya tetap sah. Sebab dalam madzhab Syafiiy menyembelih pada malam hari itu hukumnya hanya makruh tidak sampai haram. Kenapa makruh? Alasan dimakruhkan menyembelih pada malam hari diantaranya adalah menghindari kesalahan saat penyembelihan dan menjaga keselamatan juga.


13. Kapan Niat Aqiqah

Setiap ibadah yang kita lakukan sudah tentu wajib berniat dalam melaksanakannya. Begitu juga dengan ibadah aqiqah. wajib hukumnya untuk berniat aqiqah.

Niat aqiqah disyaratkan harus ada ketika menyembelih hewan. Jika niat sudah ada sebelum disembelih maka wajib niat lagi saat menyembelih hewan aqiqah.

Bagi yang mewakilkan penyembelihan hewan aqiqahnya kepada orang lain maka boleh mewakilkan niat aqiqah tersebut kepada orang yang menyembelih hewannya dan aqiqahnya tetap sah.

Imam an-Nawawi rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Disyaratkan harus niat saat menyembelih hewan aqiqah sebagaimana masalah qurban. Jika sudah niat sebelum menyembelih apakah harus niat lagi saat penyembelihan? Pendapat yng ashah adalah harus niat lagi.


14. Aqiqah Dibagikan Mentah Atau Masak

Membagi daging aqiqah kepada orang lain utamanya adalah dimasak terlebih dahulu. Hal ini berbeda dengan pembagian daging qurban yang utamanya dibagikan secara mentah atau tidak dimasak.

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Mayoritas ulama syafiiyah mengatakan bahwa disunnahkan jangan membagikan daging aqiqah yang masih mentah, akan tetapi sebaiknya dimasak terlebih dahulu.

 


15. Cara Bagi Daging Yang Afdhal

Prinsip dasar dalam pembagian daging aqiqah sama seperti qurban. Siapapun dia boleh menerimanya dan boleh ikut makan daging aqiqah tersebut. Termasuk juga yang mengaqiqahi.

Namun jika aqiqahnya adalah aqiqah yang sifatnya nadzar maka wajib disadaqahkan seluruh dagingnya kepada orang lain. Yang mengaqiqahi tidak boleh ikut makan daging aqiqah tersebut.

Pembagian daging aqiqah yang sudah dimasak lebih afdhal kita antarkan langsung masakan tersebut pada faqir miskinnya dari pada mereka kita undang datang ke rumah.

Namun boleh boleh saja jika ingin mengundang mereka datang ke rumah kita.

Imam an-Nawawi rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Ulama Syafiiyah berkata: Bersadaqah daging aqiqah lebih utama dengan mengutus orang untuk mendatangi mereka dari pada mengundang mereka ke rumah. Jika mengundang mereka ke rumah maka boleh boleh saja. Atau Sebagian diundang dan Sebagian kita datangin juga boleh.34 


16. Orang Yang Boleh Makan Daging Aqiqah

Menurut madzhab Syafiiy cara pembagian daging aqiqah ada 2 ketentuan. Hal ini sama seperti dalam masalah qurban.

Pertama: jika aqiqahnya termasuk aqiqah yang sunnah (bukan nadzar) maka disunnahkan bagi yang mengaqiqahi untuk mengambil bagian daging aqiqah tersebut.

Cara pertama bisa 1/3 untuk yang mengaqiqahi dan sisanya 2/3 untuk dishadaqahkan kepada siapapun. Atau cara kedua 1/3 untuk yang mengaqiqahi, 1/3 untuk Faqir Miskin dan 1/3 lagi untuk dihadiahkan kepada tetangga yang kaya raya.

Imam an-Nawawi  rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Imam asy-Syairazi dan para ulama Syafiiyah mengatakan bahwa disunnahkan bagi pengaqiqah untuk makan daging aqiqah, bersadaqah dan menghadiahkannya kepada orang lain. Hal ini sama seperti halnya qurban.35 

Kedua: jika aqiqahnya termasuk aqiqah yang wajib (nadzar) maka haram bagi yang mengaqiqahi untuk mengambil bagian daging aqiqahnya.


17. Hari Ke Berapa Menyembelih Aqiqah

Hari yang afdhal untuk penyembelihan hewan aqiqah adalah hari ke 7 dari hari kelahiran sang bayi.

Namun jika tidak mampu pada hari ke 7 maka boleh hari ke 14 atau hari ke 21. Jika belum mampu juga maka boleh kapan saja selama bayi tersebut belum baligh.

Sebagai contoh jika bayi lahir pada hari kamis tanggal 24 maka hari ketujuhnya adalah hari rabu tanggal 30. Cara menghitungnya adalah hari kelahiran sudah termasuk ikut dihitung hari pertama.

Imam an-Nawawi rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Disunnahkan menyembelih hewan aqiqah pada hari ke tujuh dari hari kelahiran sang bayi.


18. Hukum Menyembelih Sebelum Hari ke 7

Telah kita ketahui bersama bahwa hari yang afdhal untuk menyembelih hewan aqiqah adalah hari yang ke 7 atau hari ke 14 atau hari ke 21 dan seterusnya selama bayi tersebut belum baligh.

Namun ternyata dalam madzhab Syafiiy dibolehkan juga jika penyembelihan tersebut dilakukan sebelum hari ke 7. Misalnya hari pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jadi intinya hari ke berapa pun penyembelihan aqiqah dilakukan maka aqiqahnya tetap sah.

Imam an-Nawawi rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Imam asy-Syairazi dan para ulama Syafiiyah mengatakan bahwa seandainya ada yang menyembelih hewan aqiqah setelah hari ke 7 atau sebelum hari ke 7 setelah lahir maka hukumnya boleh. Namun jika disembelih sebelum bayi lahir maka tidak sah. Tidak bisa disebut aqiqah jadinya malah daging biasa.


19. Sampai Kapan Batas Akhir Aqiqah

Menurut madzhab Syafiiy melakukan aqiqah sebaiknya jangan sampai bayi sudah berumur baligh. Sebab batas akhir kesunnahan aqiqah bagi orang tua terhadap anaknya adalah sebelum anaknya masuk usia baligh. Imam an-Nawawi rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Para ulama Syafiiyah berkata: Kesunnahan aqiqah tidak berakhir pada hari ke 7 saja. Namun disunnahkan jangan sampai melakukan aqiqah melebihi batas usia baligh sang bayi.


20. Hukum Mengaqiqahi Diri Sendiri

Menurut madzhab Syafiiy bagi kita yang dulu belum diaqiqahi oleh orang tuanya maka boleh hukumnya mengaqiqahi diri sendiri walaupun kita sudah baligh.

Imam an-Nawawi  rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Imam ar-Rafi’i mengatakan bahwa jika mengakhirkan aqiqah sampai batas usia baligh maka orang tua sudah tidak ada kesunnahan baginya mengaqiqahi anaknya. Sang anak boleh saja mengaqiqahi dirinya sendiri. Imam al-Qaffal dan as-Syasi memandang hal tersebut adalah perbuatan baik, sebab Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah mengaqiqahi dirinya sendiri ketika sudah diangkat  menjadi  nabi.  Hal  ini  ada dalam riwayat imam al-Baihaqi. 

Syaikh ad-Dimyati (w. 1310 H) rahimahullah dalam kitab I’anatu at-Thalibiin juga menyebutkan hal yang sama:

Seandainya bayi sudah baligh sementara orang tuanya belum mengaqiqahinya maka disunnahkan bagi sang anak untuk mengaqiqahi dirinya sendiri. Ketika sang anak sudah baligh maka Ketika itu juga kesunnahan bagi orang tuanya sudah gugur.


21. Bagaimana Jika Bayi Meninggal Di Hari Ke 7

Apabila sang bayi meninggal dunia dalam keadaan belum diaqiqahi maka menurut madzhab Syafiiy tetap disunnahkan untuk diaqiqahi.

Imam an-Nawawi  rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Seandainya bayi meninggal dunia setelah hari ke 7 atau setelah lahir maka ada dua pendapat, pendapat pertama disunnahkan untuk tetap diaqiqahi. Pendapat kedua sudah gugur kesunnahannya dengan meninggalnya sang bayi.43 

Imam an-Nawawi melanjutkan: Seandainya bayi meninggal dunia sebelum hari ke 7 maka tetap disunnahkan untuk diaqiqahi menurut madzhab Syafiiy.44 


22. Siapa Saja Yang Mengaqiqahi Bayi

Bayi yang baru lahir disunnahkan untuk diaqiqahi. Kesunnahan ini berlaku bagi orang tua sang bayi. Namun jika orang tuanya tidak mampu mengaqiqahinya maka boleh siapa saja. Yaitu orang yang menanggung nafkah bayi tersebut boleh untuk mengaqiqahinya.


23. Bolehkah Menjual Daging Aqiqah

Menurut para ulama madzhab Syafiiy diharamkan menjual daging aqiqah sebagaimana dalam masalah qurban.

Maksudnya adalah jika hewan aqiqah sudah disembelih maka haram hukumnya menjual daging aqiqah tersebut. Sebab daging aqiqah itu harus dibagikan secara cuma cuma.


24. Hukum Melumuri Bayi Dengan Darah Aqiqah

Orang Arab jahiliyah di zaman dahulu ketika mengaqiqahi anaknya mereka melumurkan darah aqiqahnya di kepala sang bayi. Hal ini dilarang oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam. Beliau mengganti tradisi tersebut dengan cara mengoleskan wewangian ke sang bayi. Bukan darahnya yang dioleskan.

Para ulama Syafiiyah mengatakan bahwa hukumnya makruh melumuri kepala bayi dengan darah aqiqah, namun tidak apa apa jika melumurinya dengan wewangian atau za’faran. Mengenai kesunnahan memberi wewangian menurut imam ar-Rafiiy yang paling masyhur adalah hukumnya mustahab.

Dari Muhammad bin Siriin, bahwa Salman bin Amir ad-Dhibbi telah menceritakan kepada kami, beliau berkata: Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Bagi seorang anak itu ada aqiqah, maka sembelihkanlah hewan untuknya dan hilangkanlah penyakit darinya. (HR. Al-Bukhari)

26. Hukum Potong Rambut Bayi

Dalam madzhab Syafiiy selain aqiqah disunnahkan juga untuk mencukur rambut bayi yang baru lahir di hari ke 7.

Kenapa rambut bayi harus dicukur? Ternyata alasannya adalah bahwa rambut bayi yang baru lahir itu membawa penyakit atau kotoran. Oleh sebab itu harus dibersihkan dengan cara dicukur.

Imam an-Nawawi rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Disunnahkan mencukur rambut bayi di hari ke 7. Para ulama Syafiiyah menganjurkan untuk bersadaqah senilai berat rambut yang dicukur boleh dengan emas atau perak, baik bayi laki-laki maupun perempuan sama saja.

Mengenai sadaqah senilai berat rambut ini sebagaimana hadits riwayat Imam Malik dan Imam al-Baihaqi bahwa Fatimah bersadaqah perak ketika Hasan & Husain dicukur rambutnya.

 

27. 40 Kali Potong Rambut Bayi

Penulis pernah mendapatkan anjuran dari beberapa Kyai di Bekasi mengenai anjuran mencukur rambut bayi setiap hari rabu sebanyak 40 kali.

Saya pun melaksanakannya karena ini perintah dari guru dan juga orang tua kami. Waktu itu kami tidak tahu apakah ada penjelasan detailnya dalam kitab kitab fiqih para ulama salaf.

Ternyata anjuran mencukur rambut 40 kali setiap hari rabu itu adalah anjuran yang disebutkan oleh Syaikh Sa’id Ba’ali dalam kitab Busyral Karim Syarh kitab al-Muqoddimah al-Hadromiyah.

Kitab Buyral Karim adalah sebuah kitab syarah atas kitab matan fiqih madzhab Syafi’iy. Matan kitab fiqih ini dipelajari juga oleh banyak santri di seluruh dunia dan dikenal dengan nama kitab al-Muqoddimah al- Hadromiyah.

Syaikh Sa’id Ba’ali (w. 1210 H) rahimahullah dalam kitab Busyral Karim menyebutkan bahwa: Khabar yang berisi: “Barang siapa yang dicukur rambutnya setiap hari Rabu sebanyak 40 kali maka akan menjadi orang faqih (paham ilmu agama)” ini tidak ada haditsnya. Namun hal ini diamalkan oleh para ulama dan telah nyata kebenarannya. 

Maka boleh boleh saja mengamalkan anjuran dari ulama ini. Yaiu mencukur rambut bayi setiap hari rabu sebanyak 40 kali. Dengan harapan atau tafa’ulan semoga anak kita menjadi anak yang shalih shalihah dan menjadi ahli ilmu agama.


28.Aqiqah Dulu Atau Memberi Nama Dulu

Di hari ke 7 dari kelahiran sang bayi disunnahkan untuk melakukan aqiqah dan memberi nama bayi. Mana yang didahulukan antara keduanya? Apakah menyembelih aqiqah dulu atau memberi nama dulu?

Ternyata dalam madzhab Syafi’iy dianjurkan untuk memberi nama terlebih dahulu baru kemudian disembelihkan hewan aqiqahnya. Artinya urutannya adalah memberi nama bayi terlebih dahulu baru kemudian menyembelih hewan aqiqah.

Syaikh Abu Bakr ad-Dimyati (w. 1310 H) rahimahullah dalam kitab I’anatu at-Thalibiin menjelaskan sebagai berikut: Sebaiknya memberi nama bayi dilakukan sebelum melakukan aqiqah (penyembelihan hewan).

 29. Aqiqah Dulu Atau Potong Rambut Dulu

Di hari ke 7 dari kelahiran sang bayi selain memberi nama dan menyembelih aqiqah ternyata disunnahkan juga untuk mencukur rambut bayi.

Nah, Mana yang didahulukan antara aqiqah dan mencukur rambut? Apakah menyembelih aqiqah dulu atau mencukur rambut dulu?

Ternyata dalam madzhab Syafi’iy dianjurkan untuk menyembelih hewan aqiqah terlebih dahulu baru kemudian mencukur rambut bayi.

Artinya urutannya adalah memberi nama bayi, menyembelih hewan aqiqah baru kemudian mencukur rambut bayi.

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa:Apakah potong rambut didahulukan sebelum penyembelihan aqiqah? pendapat yang ashah dan ditetapkan oleh Imam as-Syairazi, Imam al- Baghawi, Imam al-Jurjani dan lainnya adalah disunnahkan potong rambut setelah penyembelihan  hewan.  Sebagaimana  ada isyarat dalam hadits nabi.

30. Larangan Potong Rambut Qaza’

Dalam madzhab Syafi’iy dilarang memotong rambut dengan model qaza’. Qaza’ adalah memotong habis sebagian kepala dan membiarkan bagian yang lainnya. Sehingga kesannya tidak rapi atau berantakan.

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Imam as-Syairazi dan para ulama Syafiiyah mengatakan bahwa dimakruhkan potong rambut model qaza’ yaitu memotong sebagian rambut saja dari kepala, karena ada hadits yang melarangnya. Dari Ibnu Umar radhiyallahu anahuma bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam melarang qaza’ di kepala.


31. Mana Yang Afdhal Aqiqah Atau Sadaqah

 Sebagian orang ada yng tidak mau melakukan aqiqah dengan alasan lebih baik sadaqah uang aja yang lebih bermanfaat.

Maka kita katakana bahwa aqiqah ini adalah perintah khusus dari Nabi shallallahu alaihi wasallam. Kita boleh boleh saja jika ingin sadaqah uang. Tapi aqiqahnya juga dilaksanakan.

Sebab kata para ulama aqiqah itu lebih afdhal dan lebih besar pahalanya dibanding dengan hanya sekedar sadaqah uang.

Imam an-Nawawi rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Melakukan aqiqah adalah lebih afdhal dari pada sadaqah seharga dengan aqiqah. ini adalah pendapat kami madzhab Syafi’iy dan juga Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Ibnul Mundzir.56


32. Hukum Mengadzani Bayi

Menurut madzhab Syafi’iy ketika bayi baru lahir disunnahkan untuk melantunkan adzan di telinga kanan bayi dan iqamah di telinga kiri bayi.

Hal ini dilakukan sebab Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah melakukannya di telinga cucu beliau yaitu Hasan. Tujuannya agar sang bayi tidak diganggu oleh syaitan.

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Disunnahkan bagi bayi yang baru lahir untuk diadzani di telinganya. Sebagaimana dulu Nabi shallallahu alaihi wasallam mengadzani telinga Hasan ketika Fatimah melahirkannya. Hadits shahih riwayat Abu Dawud & at-Tirmidzi. Para ulama Syafiiyah menganjurkan adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri. Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah menambahkan dalam kitab beliau yang lainnya yaitu sebuah riwayat: Kami telah meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Imam Ibnu as-Sunni dari al-Husain bin Ali radhiyallahu anhuma bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: Barang siapa mendapatkan bayi dan mengadzaninya di telinga kanan serta iqamah di telinga kirinya maka bayi itu tidak akan diganggu oleh syaitan.


33. Hukum Mentahnik Bayi

Dalam madzhab Syafiiy disunnahkan untuk mentahnik bayi yang baru lahir dengan buah kurma yang sudah dilembutkan atau sesuatu yang manis seperti madu. Intinya tahnik adalah melembutkan kurma di mulut orang sholih lalu kemudian dioleskan kurma yang lembut tersebut ke mulut bayi yang baru lahir. Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa disunnahkan untuk mentahnik bayi dengan kurma. Dari Abu Musa al-Asyary radhiyallahu anhu beliau berkata: Aku membawa bayiku kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam dan beliau beri nama Ibrahim, beliau mentahniknya dan mendoakan keberkahan untuknya. Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim.

Dan juga dianjurkan yang melakukan tahnik adalah orang yang berilmu atau dipandang oleh masyarakat termasuk orang yang shalih atau shalihah. Agar sang bayi mendapatkan keberkahan dari doanya.

34. Kapan Tahnik Dilakukan

Menurut madzhab Syafi’iy dianjurkan mentahnik bayi dengan kurma setelah selesai adzan dan iqamah.

Namun dalam kitab fiqih madzhab Syafi’iy tidak disebutkan apakah setelah adzan iqamah selesai langsung ditahnik saja atau boleh kapan kapan saja tahniknya yang penting sudah diadzani dan diiqamahi.

Syaikh Abu Bakr ad-Dimyati (w. 1310 H) rahimahullah dalam kitab I’anatu at-Thalibiin menjelaskan sebagai berikut: Saya melihat di kitab al-Minhaj bahwa adzan dan iqamah dilakukan ketika bayi baru lahir. Namun untuk tahnik tidak ada keterangan waktu ketika lahir. Dalam kita Tuhfatul Muhtaj disebutkan: Disunnahkan untuk adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri saat bayi baru lahir. Lalu  kemudian mentahniknya dengan kurma. Aku berkata: ini menunjukkan bahwa adzan dan iqamah didahulukan dari pada tahnik.62


35. Mendoakan Bayi

Dalam madzhab Syafiiy selain ditahnik juga disunnahkan untuk mendoakan sang bayi yang baru lahir setelah ditahnik.

Hal ini dilakukan sebagaimana dulu Nabi shalllallahu alaihi wasallam pernah mendoakan bayi yang baru lahir yaitu anaknya sahabat Abu Musa al- Asyary.

Oleh sebab itu dalam acara aqiqah biasanya sudah maklum diadakan pengajian atau pembacaan maulid Barzanji dan juga ada doa bersama.

Hal ini boleh boleh saja dilakukan dan termasuk tradisi yang baik sesuai dengan sunnah Nabi shalllallahu alaihi wasallam.

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Disunnahkan untuk mentahnik bayi dengan kurma. Dari Abu Musa al-Asyary radhiyallahu anhu beliau berkata: Aku membawa bayiku kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam dan beliau beri nama Ibrahim, beliau mentahniknya dan mendoakan keberkahan untuknya. Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim.

 

36. Memilih Nama Yang Bagus Untuk Bayi

Nama adalah sebuah ungkapan doa atau harapan. Ketika orang tua memberi nama anaknya maka yang terlintas dalam hati mereka adalah sebuah harapan atau doa yang mudah mudahan dengan nama itu anaknya menjadi orang yang baik seperti namanya.

Oleh sebab itu, dianjurkan bagi orang tua untuk memberi nama yang bagus, baik dan layak. Boleh pakai nama apa saja. Tetapi nama yang paling disukai oleh Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.

Penulis sendiri alhamdulillah dikaruniai 2 orang anak. Anak pertama laki-laki kami beri nama Aufa Adnan asy-Syaafiiy lahir 22 Oktober 2018 dan anak kedua perempuan kami beri nama Hanin Hanania Husna lahir 24 September 2020. Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Disunnahkan untuk meberi nama Abdullah atau Abdurrahman. Sebab dalam hadits shahih Muslim disebutkan bahwa nama yang paling disukai oleh Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.


37. Kapan Sebaiknya Memberi Nama Bayi

Para ulama Syafiiyah menganjurkan untuk pemberian nama bayi dilakukan pada hari ke 7. Yaitu bersamaan dengan aqiqah dan dicukur rambutnya.

Namun diperbolehkan juga memberi nama bayi sebelum hari ke 7 atau bahkan setelah hari ke 7. Namun yang afdhal adalah memberi nama bayi di hari ke 7. Para ulama Syafiiyah mengatakan: disunnahkan memberi nama bayi di hari ke 7, boleh juga sebelumnya atau sesudahnya. Dari Samrah bin Jundub radhiyallahu anhu , sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Setiap bayi itu tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan aqiqah dihari ke 7, dicukur rambutnya dan diberi nama. HR. Abu Dawud, at- Tirmidzi, an-Nasai, Ibnu Majah dan lainnya dengan sanad yang shahih.


38. Memberi Nama Bayi Yang Meninggal Dunia

Para ulama Syafiiyah menganjurkan bagi orang tua yang bayinya meninggal dunia tetap untuk diberi nama. Baik meninggal saat masih di kandungan maupun saat sudah melahirkan kesunnahan memberi nama bayi tetap dianjurkan.

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Para ulama Syafiiyah mengatakan bahwa seandainya bayi meninggal dunia sebelum diberi nama maka tetap disunnahkan untuk memberi nama. Imam al-Baghawi dan ulama lainnya mengatakan bahwa disunnahkan juga memberi nama bayi yang keguguran.


39. Anjuran Memberi Nama Muhammad

Memberi nama apa saja diperbolehkan selama nama tersebut adalah nama yang baik dan layak. Namun ada anjuran apabila yang lahir adalah anak laki-laki untuk memberi nama dengan nama Muhammad.

Oleh sebab itu jika kita perhatikan banyak ulama salaf zaman dahulu nama aslinya adalah Muhammad. Misalnya seperti Imam asy-Syafi’iy radhiyallahu anhu.

Perkataan Syaikh al-Malibari “Ada banyak fadhilah nama Muhammad”. Diantaranya adalah sabda Nabi: Nanti pada hari kiamat dipanggil siapa saja yang Namanya Muhammad. Hendaklah mereka masuk surga sebagai penghormatan kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Ini disebabkan juga keberkahan nama beliau shallallahu alaihi wasallam. Imam Syafiiy pernah berkata: Ketika anakku lahir aku beri dia nama Muhammad, namaini adalah nama yang paling aku sukai setelah Abdullah dan Abdurrahman.


40. Nama Bayi Dengan Nama Malaikat

Barangkali jarang kita temukan ada orang namanya adalah Izrail, Israfil, Jibril. Tapi ada juga kita temukan orang yang namanya Ridwan dan Malik.

Nah yang seperti ini adalah termasuk nama nama malaikat. Dalam madzhab syafi’iy ternyata diperbolehkan memberi nama bayi dengan nama nama para malaikat.

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Madzhab kami dan madzhab mayoritas ulama membolehkan memberi nama dengan nama para malaikat. Kecuali Umar yang melarang memberi nama anak dengan nama malaikat. Imam Malik juga memakruhkan memberi nama Jibril dan Yasin.


41. Bolehkah Memberi Nama Najih

Para ulama Syafiiyah menyebutkan bahwa makruh hukumnya apabila ada seseorang diberi nama Najih, Nafi’, Yasar, Rabah, Aflah dan Barakah.

Hal ini dikhawatirkan jika anak tersebut nantinya memiliki kesalahan atau dosa tapi malah dianggap Najih (orang yang selamat).

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Dimakruhkan memberi nama Nafi’, Yasar, Najih, Rabah, Aflah dan Barakah. Sebab ada hadits shahih Muslim bahwa nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: jangan beri nama anakmu dengan nama Aflah, Najih, Yasar, Rabah, Sebab jika kamu katakan dia telah berdosa namun kalian katakan tidak.


42. Hukum Mengganti Nama

Apabila ada seseorang yang namanya dikira kurang bagus atau kurang baik maka disunnahkan baginya untuk mengganti namanya dengan nama yang baik dan layak.

Sebab mengganti nama yang kurang bagus dengan nama yang lebih bagus adalah sesuatu yang sangat dianjurkan dalam agama.

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa:

Disunnahkan menganti nama yang kurang bagus. Sebab ada hadits shahih bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam mengganti nama Ashiyah. Bahkan dalam riwayat Bukhari & Muslim dari Sahl bin Sa’d sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam didatangkan kepadanya seorang anak, beliau bertanya, siapa Namanya? Fulan, lalu Nabi berkata: Jangan,,Nama dia sekarang al-Mudzir.71


43. Hukum Memakai Nama Kuniyah

Sebagian kaum muslimin ada yang menggunakan nama kuniyah. Yaitu nama yang diawali denga kata Abu atau Ummu.

Misalnya nama saya adalah Muhammad Ajib. Dan saya punya anak laki-laki bernama Adnan. Maka kuniyah saya adalah Abu Adnan (Ayahnya Adnan).

Begitu juga istri saya namanya adalah Asmaul Husna. Maka kuniyahnya adalah Ummu Adnan (Ibunya Adnan).

Boleh juga kuniyah dengan mengambil nama anak perempuan. Misalnya saya punya anak perempuan bernama Hanin. Maka kuniyah saya adalah Abu Hanin (Ayahnya Hanin). Dan istri saya berarti kuniyahnya adalah Ummu Hanin (Ibunya Hanin).

Penggunaan nama kuniyah ini dihukumi mustahab atau sunnah dalam madzhab Syafi’iy.

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Disunnahkan menggunakan kuniyah bagi laki-laki maupun perempuan. Baik dia punya anak ataupun tidak punya anak. Baik kuniyah dengan nama anak sendiri atau yang lainnya. Boleh juga kuniyah dengan Abu Fulan atau Abu Fulanah. Begitu juga perempuan pakai kuniyah Ummu Fulan atau Ummu Fulanah. Bahkan boleh pakai kuniyah selain nama manusia seperi Abu Hurairah (bapaknya kucing kecil). Jika memiliki banyak anak maka pakai nama kuniah anak yang paling tua.


44. Hukum Menggunakan Laqob

Disunnahkan juga menggunakan laqob di belakang nama kita. Seperti Abu Bakr as-Siddiq laqobnya al- Atiiq, Umar laqobnya al-Faaruq, Utsman laqobnya Dzuu an-Nurain dan Ali laqobnya al-Murtadho73 radhiyallahu ‘anhum.

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Para ulama sepakat bahwa disunnahkan memakai nama laqob yang disukai oloh seseorang tersebut. Misalnya seperti Abu Bakr as-Siddiq nama aslinya adalah Abdullah bin Utsman dan laqobnya adalah al- Atiq.


45. Doa Saat Melahirkan

Saat-saat genting bagi ibu hamil adalah saat hendak melahirkan sang bayi. Rasa mules yang sangat luar biasa sakitnya dan rasa sakit ini hanya bisa dirasakan oleh para ibu hamil saja.

Saya sendiri sudah dua kali menemani istri tercinta melahirkan. Kasihan sekali melihat istri kesakitan berjam-jam. Hanya bisa merintih kesakitan di atas kasur sambil minta diusap-usap punggung dan pinggangnya agar rasa sakitnya berkurang.

Alhamdulillah syariat islam mengajarkan beberapa dzikir dan doa agar Allah ta’aala memberikan kemudahan pada saat melahirkan.

Nah, Kesunnahan-Kesunnahan saat melahirkan diantaranya adalah sebagai berikut:

Bagi yang menemani wanita yang sedang melahirkan maka disunnahkan membaca ayat kursi, surat al-A’raf ayat 54, surat al-Falaq dan surat an- Naas.

Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al- Adzkar bahwa: Kami telah meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Imam Ibnu Sunni, Dari Fatimah radhiyallahu anha bahwa sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan kepada Ummu Salamah dan Zainab binti Jahsy untuk membaca ayat kursi, 

Lalu bagi yang hendak melahirkan yaitu si ibu hamil maka disunnahkan baginya memperbanyak dzikir atau doa:

“Laa ilaha illallahul adzimul haliim. Laa ilaha illallahu rabbul arsyil adziim. Laa ilaha illallahu rabbus samaawaatis sab’i warabbul ardhi warabbul arsyil kariim. Laa ilaha illa anta subhaanaka innii kuntu minadz dzoolimiin” Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Abu Bakr al-Bakri ad-Dimyati (w. 1310 H) rahimahullah dalam kitab I’anatu at-Thalibin bahwa: Disunnahkan memperbanyak baca doa saat kesulitan. Yaitu “Laa ilaha illallahul adzimul haliim. Laa ilaha illallahu rabbul arsyil adziim. Laa ilaha illallahu rabbus samaawaatis sab’i warabbul ardhi warabbul arsyil kariim”. Dan disunnahkan juga memperbanyak baca doa Nabi Yunus yaitu: “Laa ilaha illa anta subhaanaka innii kuntu minadz dzoolimiin”. 

Adapun bagi ibu hamil yang ingin lahiran normal, mudah dan lancar maka bisa lakukan ijazah dari kitab I’anatu at-Thalibin di bawah ini:

Jika kesulitan dalam melahirkan maka tulis dalam wadah yang baru: “Ukhruj ayyuhal walad min batnin dhoyyiqotin ilaa sa’ati hadzihid dunya. Ukhruj biqudrotillahilladzi ja’alaka fi qororin makin ilaa qodarin ma’luum. Law anzalnaa hadzal qur’ana alaa jabalil laroaitahu khosyi’an mutasoddi’an min khosyyatillah. Watilkal amtsaalu nadribuha linnasi la’allahum yatafakkaruun. Huwallahulladzi laa ilaha illa huwa ‘aalimul ghoibi wasy-syahaadah. Wuwarrohmanur rohiim. Huwallahulladzi laa ilaaha illa huwal malikul quddusus salaamul mu’minul muhaiminul aziizul jabbaarul mutakabbir. Subhaanallahi ‘ammaa yusyrikuun. Huwallahul khooliqul baari’ul musowwiru lahul asmaa’ul husna. Yusabbihu lahuu maa fissamaawaati wal ardh. Wahuwal aziizul hakiim. Wa nunazzilu minal qurani maa huwa syifaa’uw warohmatul lilmu’miniin”. Lalu tulisan tersebut disiram air dan diminum oleh yang hamil dan juga diusapkan/dipecikkan ke wajahnya.

Nah, dzikir dan doa di atas adalah bentuk tawassulan kita kepada Allah ta’aala. Mudah mudahan dengan dzikir dan doa tersebut istri kita bisa melahirkan dengan lancar dan mudah yang tentunya dengan izin Allah ta’aala .


46. Ucapan Selamat Atas Kelahiran Bayi

Ketika mendengar kelahiran seorang bayi dari teman atau saudara kita maka disunnahkan bagi kita untuk mengucapkan ucapan selamat atas kelahirannya dan mendoakan kebaikan untuknya.

Ucapan selamat boleh dengan apa saja. Doapun demikian boleh dengan doa kebaikan apa saja. Namun ada anjuran bacaan khusus dari para ulama kita.

Imam an-Nawawi (w. 676 H) rahimahullah dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa: Disunnahkan mengucapkan selamat atas kelahiran bayi sebagaimana al-Husain mengajarkan ucapan selamat: “Baarakallahu laka fil mauhubi lak wa syakartal waahib wabalagha asyuddahu waruziqta birrahu”. Dan disunnahkan untuk membalasnya dengan ucapan: “Baarakallau lak wa baaraka alaik atau Jazaakallah khairan, atau Razaqakallahu mitslahu atau Ahsanallahu tsawabaka wa Jazaaka” dan lain lain.


47. Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak

Sebagai orang tua hukumnya wajib untuk mendidik anak-anaknya untuk mempelajari ilmu agama agar mereka menjadi anak yang taat, shalih dan shalihah. Diantara kewajiban orang tua kepada anaknya sebelum mereka baligh adalah mengajarkan ilmu fiqih khususnya bab Thaharah, Shalat dan Puasa.

Kenapa minimal hanya 3 bab ini saja? Karena 3 bab ini sangat penting sekali bagi mereka. Yang mana ibadah keseharian mereka tidak akan lepas dari 3 kewajiban tersebut ketika mereka sudah baligh.79

Jangan sampai anak kita sudah baligh tapi belum bisa berwudhu, belum bisa shalat dan belum terbiasa puasa Ramadhan juga. Padahal masalah ini hukumnya adalah wajib atas mereka untuk melaksanakannya karena mereka sudah masuk umur baligh.

Oleh karena itu ajarkanlah kepada anak-anak Anda minimal 3 bab diatas tadi sebelum mereka masuk usia baligh. Yaitu bab Thaharah, Shalat dan Puasa. Oleh sebab itu ada kitab fiqih Safinatun Najah yang isinya hanya fokus ke bab thaharah, shalat dan puasa saja. Walaupun di awal kitab juga disebutkan sedikit masalah akidah secara ringkas.

Imam as-Syafi’iy dan para ulama Syafiiyah mengatakan bahwa wajib hukumnya bagi orang tua mengajarkan anak mereka ilmu yang membantu mereka setelah baligh. Maka wajib bagi orang tua mengajarkan bab Thaharah, Shalat, Puasa dan yang semisalnya.



Referensi

Al Qur’an Al-Kariim

Al Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdullah. Al Jami’ As Shahih (Shahih Bukhari). Daru Tuq An Najat. Kairo, 1422 H

An Nisaburi, Muslim bin Al hajjaj Al Qusyairi.

Shahih Muslim. Daru Ihya At Turats. Beirut. 1424 H

At Tirmidzi, Abu Isa bin Saurah bin Musa bin Ad Dhahak. Sunan Tirmidzi. Syirkatu maktabah Al halabiy. Kairo, Mesir. 1975

As Sajistani, Abu Daud bin Sulaiman bin Al Asy’at. Sunan Abi Daud. Daru Risalah Al Alamiyyah. Kairo, Mesir. 2009

Al Quzuwainiy, Ibnu majah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid. Sunan Ibnu majah. Daru Risalah Al Alamiyyah. Kairo, Mesir. 2009

Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bugha. Al-Fiqhu al- Manhaji alaa Madzhabi al-Imam asy-Syafiiy, Kuwait.

An nawawi , Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf. Al Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab. Darul Ihya Arabiy. Beirut. 1932

Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj Fii Syarhil Minhaj, Mesir: al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubra.

Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj Ilaa Syarhil Minhaj, Bairut: Darul Fikr.

Abu Bakr ad-Dimyati, I’anatut Thalibin ‘Ala Halli Alfadzi Fathil Mu’iin, Bairut: Darul Fikr.

Abu Syuja’ , Matan al-Ghayah wa at-Taqrib. Darul Ihya Arabiy. Beirut. 1990

Taqiyuddin Al-Hisni, Kifayatul Akhyar, Darul Khoir. Damaskus 1994.

Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Baari, Darul Kutub al-Islamiyah.


Post a Comment for "Kupas Tuntas Pembahasan Fiqih Aqiqah Menurut Madzhab Imam Syafi'i"