Jaga Kearifan Budaya Lokal, Kabupaten Ini Hidupkan Kembali Permainan Tradisional Di Sekolah
Sudah jadi pemandangan umum dimana-mana bahwa tua dan muda kini akrab dengan gadget. Baik itu smartphone maupun tablet, sering kita jumpai digunakan oleh masyarakat. Kemajuan teknologi ini kini bahkan sudah merambah ke pelosok daerah.
Kita patut bersyukur dengan adanya kemajuan teknologi secara pesat sudah banyak memudahkan kita, namun rasa kekhawatiran juga tidak bisa lepas dari diri kita (saya terutama sebagai orang tua). Pornografi, kekerasan, dan bullying merupakan sedikit dari banyak efek negatif yang kini mulai banyak dirasakan. Belum lagi efek penggunaan gadget secara berlebihan jelas memiliki dampak negatif terutama kepada fisik para anak-anak.
Kita patut mencontoh atas apa yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Nagan Raya, Aceh, mereka telah berusaha mengalihkan perhatian anak terhadap gadget melalui permainan tradisional.
"Tantangan yang paling besar saat ini adalah gadget, dan kami ingin mengembalikan karakter anak untuk membentengi tantangan tersebut," ujar Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nagan Raya, Aceh, Harbiyah, di sela-sela acara Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) di Bojongsari, Depok, Senin (11/2/2019).
Salah satu inovasi yang dilakukan Disdik Kabupaten Nagan Raya adalah dengan memanfaatkan permainan tradisional. Dikatakan Harbiyah, banyak permainan tradisional khas Aceh yang dapat dimainkan siswa saat jam istirahat sekolah, misalnya bermain serimbang, lompat tali, dan lain-lain.
"Permainan tradisional seperti serimbang bisa membentuk semua kompetensi yang ada di tubuh anak, baik kognitif, hati, juga gerakannya. Selain itu, bermain lompat tali juga dapat membuat anak lebih sehat karena aktif bergerak, dibandingkan bermain gawai yang cenderung pasif", jelas Harbiyah.
Permainan serimbang adalah sebuah latihan koordinasi anggota tubuh yang mengandalkan kecepatan tangan dan jari-jari. Sebenarnya, permainan serimbang adalah latihan kecerdasan bagi anak-anak dalam koordinasi antara tangan dengan mata. Peralatan yang digunakan dalam permainan tradisional ini yaitu batu ukuran kecil jumlahnya tergantung pada jumlah pemain, dan sebuah batu yang lebih besar.
Lebih lanjut disampaikan Harbiyah, membentuk karakter anak tidak bisa instan dan hanya melalui teori, namun dengan menjadi teladan bagi anak. "Sebagai contoh, banyak anak saat ini bersalaman pada orang tua tidak mencium tangan menggunakan hidung atau kening, tapi dengan pipi. Padahal di Aceh, ada nilai filosofi bahwa salaman dengan orang tua harus dengan mencium tangan melalui hidung atau kening, katanya.
Selain itu, Disdik Kabupaten Nagan Raya, Aceh, juga membangkitkan kembali olahraga tradisional. "Kami prihatin dengan anak-anak yang saat ini lebih senang olahraga modern seperti futsal dibanding dengan olahraga tradisional seperti lompat jauh atau sepak takraw," tutur Harbiyah. Oleh karena ini, Disdik Kabupaten Nagan Raya, Aceh, akan membuat klub-klub olahraga tradisional untuk memfasilitasi siswa agar kembali pada kearifan lokal.
Permainan tradisional dan olahraga tradisional termasuk dalam objek pemajuan kebudayaan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Permainan tradisional diyakini dapat ikut melestarikan budaya daerah dan nilai-nilai karakter.
"Dengan diajak bermain permainan tradisional, anak-anak diingatkan kembali pada nilai-nilai budaya luhur yang nyata-nyata dapat memberi ketenangan serta ketenteraman hidup," tutur Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud.
Dengan menghidupkan kembali permainan tradisional diharapkan genari penerus kita nanti tidak akan melupakan budaya asli masing-masing daerah. Zaman boleh berubah, namun ada beberapa hal-hal (baca: tradisional) yang harus selalu kita jaga dan lestarikan.
Apa yang dilakukan oleh Disdik kabupaten Nagan Raya patut kita apresiasi. Dan kita pun patut berterima kasih kepada mereka, karena usaha mereka dalam melestarikan budaya daerah sudah cukup berhasil. Saya pun kedepan ingin bergerak dalam melestarikan permainan daerah. Saya sering menerapkan dalam kegiatan 'circle time' di sekolah kami dimana anak-anak bebas bermain apa saja (diutamakan yang tradisional) selama 30 menit sebelum pelajaran dimulai.
Yuk kita rintis pengenalan permainan tradisional di sekolah kita. Dengan cara ini semoga generasi kita bukan menjadi generasi yang abai tentang budaya.
Post a Comment for "Jaga Kearifan Budaya Lokal, Kabupaten Ini Hidupkan Kembali Permainan Tradisional Di Sekolah"