Parenting with mountainering (Serial Green Parenting)
Oleh: Agus Salim
( Team Adiwiyata AN-NAHL Islamic School Ciangsana Bogor)
Ada berbagai sarana yang para ayah dapat gunakan untuk membentuk karakter anak anaknya. Salah satu sarana yang bisa digunakan para ayah dalam membentuk karakternya adalah kegiatan mendaki gunung (Mountainering).
Ada banyak karakter anak yang bisa dibentuk oleh para ayah dalam proses pendakian gunung. Diantara karakter yang bisa dibentuk melalui pendakian gunung antara lain: sabar, kerjasama, tangguh, pantang menyerah, fokus, peduli syukur dll.
Disamping dapat membentuk karakter anak pendakian gunung juga bisa membangun sisi spritual: aqidah dan akhlaq anak melalui tafakur/ tadabbur alam.
Mendaki gunung memang membutuhkan kekuatan fisik dan mental, anak anak kita punya potensi fisik dan mental yang bisa ditempa dalam proses pendakian gunung.
Dan anak anak, terutama remaja umumnya suka tantangan dan pendakian gunung adalah tantangan yang menarik untuk taklukkan remaja.
Pengalaman kami di lapangan membuktikan hal tersebut. Beberapa tahun lalu kami bersama team (Bunda Neno Warisman dan Ayah Irwan Rinaldi) di minta sebuah perjalanan umroh untuk membuat program Umroh untuk anak dan Remaja yang kemudian di singkat menjadi program UMAR ( Umroh Anak dan Remaja).
Di Program UMAR tersebut setelah prosesi umroh selesai, kami mengajak anak anak untuk melakukan simulasi perang Uhud dan menantang mereka untuk mendaki Jabal Tsur tempat Rasulullah bersembunyi bersama Abu Bakar menghindari kejaran para Kafir Quraisy.
Pendakian kami lakukan selepas sholat ashar dan tepat masuk waktu magrib kami tiba di Jabal Tsur.Tentu tidak semua remaja yang ikut pendakian sanggup mencapai puncak jabak Tsur yang terjal dan berada di ketinggian 5000 MDPL
Kedatangan kami disambut oleh penjaga Goa Tsur, seorang muslim berkebangsaan Afganistan yang dengan ramah menyambut kami.
"Assalamu'alaikum Ahlan wa sahlan fil ghoor Tsur, min aina antum?,", begitu ucapnya, ia menyambut ramah kedatangan kami.
" Wa'alaikum salam, nahnu min Induunisia, jawab kami.
"Maasyaa Allah, Induunisia ba'iid, baarokallah, tafadholuu, ijlisuu, qohwah au say," begitu ia mempersilahkan kami duduk dan menawarkan kopi dan teh dengan penuh keramahan khas muslim timur tengah.
Kemudian kami ceritakan maksud kedatangan kami ke gua Tsur ini, yakni untuk menapak tilasi perjuangan Rasulullah.
Kepada 2 remaja yang berhasil tiba dipuncak Jabal Tsur, kami bertanya apa kesan dan komentarnya tentangan pendakian Jabal Tsur ini? Dengan gaya khas remaja: spontan dan pendek kalimat: "Capek ya kak jadi Nabi." jawab salah satu dari mereka.
Mendengar jawaban itu kami dan team kaget dan berusaha menyimpan kekagetan kami tersebut.
Dari atas puncak Jabal Tsur itu, kami menikmati pemandangan dan suasana kota Mekkah. Dan Masjidil Haram tampak dari kejauhan menyembulkan cahayanya yang sangat terang dan mewah lewat lampu lampunya yang besar.
Dan pulang dari umroh, kami dapat informasi, remaja yang waktu kami tanya komentarnya tentang pendakian ke gunung Jabal Tsur menjawab dengan jawaban jadi Nabi itu capek telah aktif dimasjid dan menjadi aktifis remaja masjid, di masjid dekat tempat tinggalnya di daerah BSD Tangerang.
Subhanallah! Begitulah remaja, sering mengejutkan kita. Kembali ke parenting with mountainering (membangun karakter anak melalui pendakian gunung). Berdasarkan pengalaman kami bersama team dalam menangani anak anak yang menghadapi masalah di usia remajanya terutama bermasalah dengan orangtua akibat komunikasi yang kurang harmonis.
Biasanya kami menanyakan pertanyaan yang hampir sama, baik kepada orang tua dan remaja. Kepada sang remaja kami bertanya, apakah keinginanmu yang ingin kamu lakukan bersama ayahmu?. Sang remaja itu menjawab: "Mendaki gunung.
Kepada sang ayah kami bertanya: "Apakah ayah pernah mendaki gunung bersama ananda? "
Parenting with mountainering adalah salah satu sarana dan solusi terhadap parenting ( pola asuh ayah) yang "kering".
Saya punya seorang sahabat pendaki gunung sejati yang memang hobinya (kerjanya) mendaki gunung. Silahkan anda sebut saja gunung di Indonesia secara random (acak) kemungkinan besar gunung tersebut sudah beliau daki.
Beliau memilih mengasuh anaknya : menanamkan karakter, tangguh, fokus, pantang menyerah, sabar, kerjasama dan bersyukur melalui aktifitas pendakian gunung. Hampir setiap liburan sekolah ia siapkan pendakian gunung untuk anaknya.
"Saya ini pendaki gunung, beginilah cara saya mendidik anak anak saya, begitu jawabannya saat saya tanya tentang bagaimana beliau mendidik anak anaknya.
Sang ayah ini tidak sedang bereksperimen atau bermain main dalam mendidik anak anaknya, karena mendidik anak bukanlah pekerjaan main main. Beliau merasakan betul bagaimana kegiatan mendaki gunung itu telah menempa dan membentuk karakternya.
Parenting with mountainering ini sdh ia lakukan sejak anaknya berusia 8 tahun. Dan bersama anaknya ia sudah mendaki puncak gunung tertinggi di Indonesia, yakni puncak jaya wijaya (Cartenz) di tahun 2017. Baru saja beliau bersama anaknya melakukan pendakian tektok (tanpa jeda) selama sepekan mendaki gunung 3 gunung: gunung slamet, sundoro dan sumbing ( Triple S).
Dan tahun depan beliau bersama anaknya berencana melakukan pendakian ke gunung Kilimanjoro Afrika. Subhanallah, luar biasa apa yang dilakukan ayah ini. Dan alhamdulillah hasilnya sebanding dengan usahanya.
Hasil tidak akan menghianati kerja keras begitu qoute kekinian menggambarkannya. Anaknya kini telah tumbuh menjadi seorang remaja muslimah tangguh, low profile dan peduli pada sesama. Kepeduliannya pada sesama tersebut terakhir ia wujudkan ke dalam aksi nyata membantu sesama: korban bencana Tsunami di Palu dan Donggala.
Dan putrinya ini tercatat sebagai relawan termuda di lokasi bencana, Siapakah sosok ayah ini?, beliau adalah: founder Petualang Muslim, aktifis masjid Darussalam kota wisata Cibubur, beliau adalah : Aulia Ibnu.
Yuk kita didik anak anak kita menjadi anak anak yang tangguh, sabar, fokus, mampu bekerja sama, merasajan langsung kebesaran Ilahi, peduli lingkungan melalui pendakian gunung.
Kalau bukan sekarang kapan lagi? Mumpung Allah masih memberi kita waktu dan kesehatan.
( Team Adiwiyata AN-NAHL Islamic School Ciangsana Bogor)
Ada berbagai sarana yang para ayah dapat gunakan untuk membentuk karakter anak anaknya. Salah satu sarana yang bisa digunakan para ayah dalam membentuk karakternya adalah kegiatan mendaki gunung (Mountainering).
Ada banyak karakter anak yang bisa dibentuk oleh para ayah dalam proses pendakian gunung. Diantara karakter yang bisa dibentuk melalui pendakian gunung antara lain: sabar, kerjasama, tangguh, pantang menyerah, fokus, peduli syukur dll.
Disamping dapat membentuk karakter anak pendakian gunung juga bisa membangun sisi spritual: aqidah dan akhlaq anak melalui tafakur/ tadabbur alam.
Mendaki gunung memang membutuhkan kekuatan fisik dan mental, anak anak kita punya potensi fisik dan mental yang bisa ditempa dalam proses pendakian gunung.
Dan anak anak, terutama remaja umumnya suka tantangan dan pendakian gunung adalah tantangan yang menarik untuk taklukkan remaja.
Pengalaman kami di lapangan membuktikan hal tersebut. Beberapa tahun lalu kami bersama team (Bunda Neno Warisman dan Ayah Irwan Rinaldi) di minta sebuah perjalanan umroh untuk membuat program Umroh untuk anak dan Remaja yang kemudian di singkat menjadi program UMAR ( Umroh Anak dan Remaja).
Pendaki gunung |
Pendakian kami lakukan selepas sholat ashar dan tepat masuk waktu magrib kami tiba di Jabal Tsur.Tentu tidak semua remaja yang ikut pendakian sanggup mencapai puncak jabak Tsur yang terjal dan berada di ketinggian 5000 MDPL
Kedatangan kami disambut oleh penjaga Goa Tsur, seorang muslim berkebangsaan Afganistan yang dengan ramah menyambut kami.
"Assalamu'alaikum Ahlan wa sahlan fil ghoor Tsur, min aina antum?,", begitu ucapnya, ia menyambut ramah kedatangan kami.
" Wa'alaikum salam, nahnu min Induunisia, jawab kami.
"Maasyaa Allah, Induunisia ba'iid, baarokallah, tafadholuu, ijlisuu, qohwah au say," begitu ia mempersilahkan kami duduk dan menawarkan kopi dan teh dengan penuh keramahan khas muslim timur tengah.
Kemudian kami ceritakan maksud kedatangan kami ke gua Tsur ini, yakni untuk menapak tilasi perjuangan Rasulullah.
Kepada 2 remaja yang berhasil tiba dipuncak Jabal Tsur, kami bertanya apa kesan dan komentarnya tentangan pendakian Jabal Tsur ini? Dengan gaya khas remaja: spontan dan pendek kalimat: "Capek ya kak jadi Nabi." jawab salah satu dari mereka.
Mendengar jawaban itu kami dan team kaget dan berusaha menyimpan kekagetan kami tersebut.
Dari atas puncak Jabal Tsur itu, kami menikmati pemandangan dan suasana kota Mekkah. Dan Masjidil Haram tampak dari kejauhan menyembulkan cahayanya yang sangat terang dan mewah lewat lampu lampunya yang besar.
Dan pulang dari umroh, kami dapat informasi, remaja yang waktu kami tanya komentarnya tentang pendakian ke gunung Jabal Tsur menjawab dengan jawaban jadi Nabi itu capek telah aktif dimasjid dan menjadi aktifis remaja masjid, di masjid dekat tempat tinggalnya di daerah BSD Tangerang.
Subhanallah! Begitulah remaja, sering mengejutkan kita. Kembali ke parenting with mountainering (membangun karakter anak melalui pendakian gunung). Berdasarkan pengalaman kami bersama team dalam menangani anak anak yang menghadapi masalah di usia remajanya terutama bermasalah dengan orangtua akibat komunikasi yang kurang harmonis.
Biasanya kami menanyakan pertanyaan yang hampir sama, baik kepada orang tua dan remaja. Kepada sang remaja kami bertanya, apakah keinginanmu yang ingin kamu lakukan bersama ayahmu?. Sang remaja itu menjawab: "Mendaki gunung.
Kepada sang ayah kami bertanya: "Apakah ayah pernah mendaki gunung bersama ananda? "
Parenting with mountainering adalah salah satu sarana dan solusi terhadap parenting ( pola asuh ayah) yang "kering".
Saya punya seorang sahabat pendaki gunung sejati yang memang hobinya (kerjanya) mendaki gunung. Silahkan anda sebut saja gunung di Indonesia secara random (acak) kemungkinan besar gunung tersebut sudah beliau daki.
Beliau memilih mengasuh anaknya : menanamkan karakter, tangguh, fokus, pantang menyerah, sabar, kerjasama dan bersyukur melalui aktifitas pendakian gunung. Hampir setiap liburan sekolah ia siapkan pendakian gunung untuk anaknya.
"Saya ini pendaki gunung, beginilah cara saya mendidik anak anak saya, begitu jawabannya saat saya tanya tentang bagaimana beliau mendidik anak anaknya.
Sang ayah ini tidak sedang bereksperimen atau bermain main dalam mendidik anak anaknya, karena mendidik anak bukanlah pekerjaan main main. Beliau merasakan betul bagaimana kegiatan mendaki gunung itu telah menempa dan membentuk karakternya.
Parenting with mountainering ini sdh ia lakukan sejak anaknya berusia 8 tahun. Dan bersama anaknya ia sudah mendaki puncak gunung tertinggi di Indonesia, yakni puncak jaya wijaya (Cartenz) di tahun 2017. Baru saja beliau bersama anaknya melakukan pendakian tektok (tanpa jeda) selama sepekan mendaki gunung 3 gunung: gunung slamet, sundoro dan sumbing ( Triple S).
Dan tahun depan beliau bersama anaknya berencana melakukan pendakian ke gunung Kilimanjoro Afrika. Subhanallah, luar biasa apa yang dilakukan ayah ini. Dan alhamdulillah hasilnya sebanding dengan usahanya.
Hasil tidak akan menghianati kerja keras begitu qoute kekinian menggambarkannya. Anaknya kini telah tumbuh menjadi seorang remaja muslimah tangguh, low profile dan peduli pada sesama. Kepeduliannya pada sesama tersebut terakhir ia wujudkan ke dalam aksi nyata membantu sesama: korban bencana Tsunami di Palu dan Donggala.
Dan putrinya ini tercatat sebagai relawan termuda di lokasi bencana, Siapakah sosok ayah ini?, beliau adalah: founder Petualang Muslim, aktifis masjid Darussalam kota wisata Cibubur, beliau adalah : Aulia Ibnu.
Yuk kita didik anak anak kita menjadi anak anak yang tangguh, sabar, fokus, mampu bekerja sama, merasajan langsung kebesaran Ilahi, peduli lingkungan melalui pendakian gunung.
Kalau bukan sekarang kapan lagi? Mumpung Allah masih memberi kita waktu dan kesehatan.
Post a Comment for "Parenting with mountainering (Serial Green Parenting)"