Pengalaman Kak Agung Lolos Beasiswa Stipendium Hungaricum Hungaria
Melanjutkan pendidikan di luar negeri merupakan kesempatan yang tidak boleh dilepas begitu saja. Allah Maha Baik. Segala impian yang saya rancang sejak dulu berhasil diraih satu-persatu. Nama saya Agung Wicaksono. Lahir di Pekanbaru, 17 Desember 1994. Tulisan ini adalah secuil perjalanan hidup saya hingga bisa kuliah S3 di salah satu kota terindah di Eropa, Budapest.
Dari SMA Negeri 1 Pekanbaru Menuju Universitas Gajah Mada
Sejak kecil, saya sudah gemar membaca. Saya suka pelajaran sejarah dan politik. Semua buku IPS kakak, saya babat habis. Padahal saat itu usia saya masih delapan tahun. Begitu juga dengan koran langganan ayah yang selalu diantar setiap pagi ke rumah. Belum sempat ayah membaca koran tersebut, saya sudah melahapnya terlebih dahulu. Ayah dan ibu tidak pernah memaksa saya untuk terus belajar sekeras mungkin. Namun, saya tergila-gila dengan belajar dan itu membuat saya bahagia.
Saat anak-anak seusia saya banyak menghabiskan waktu dengan bermain, maka saya sibuk membaca buku. Kala SMA, saya diterima di sekolah terbaik di Pekanbaru, yakni SMA Negeri 1. Di sekolah ini, saya memiliki enam orang sahabat. Kami bertujuh memiliki impian untuk melanjutkan pendidikan hingga jenjang lebih tinggi. Saya tipikal orang yang tidak sembarang memilih teman dekat. Bagi saya, teman dekat adalah salah satu jalan menuju sukses. Maka, bertemanlah secara positif. Berjuang bersama menggapai mimpi.
Sejak dulu, saya suka bergaul dengan siapa saja. Saya juga didapuk menjadi Ketua OSIS periode 2010 – 2011. Inilah awal mula kecintaan saya pada dunia organisasi. Benar, bahwa Allah akan mempermudah urusan hambanya. Asal kita selalu berniat melakukan sesuatu karena Dia. Saya dan keenam sahabat berhasil melanjutkan pendidikan S1 di luar pulau Sumatera. Empat orang di antara kami diterima di Universitas Gajah Mada (UGM), satu orang di Universitas Padjajaran (UNPAD), satu orang di Universitas Indonesia (UI) dan yang terakhir di Sekolah Tinggi Administasi Negara (STAN).
Menjelang berakhirnya masa SMA, saya semakin giat belajar. Bahkan rutin mengikuti Try Out. Suatu hari, pemerintah Kota Pekanbaru membuka pendaftaran beasiswa berprestasi bagi murid yang hendak kuliah di Universitas Gajah Mada (UGM). Seleksinya diadakan di sekolah saya, SMA Negeri 1 Pekanbaru. Dengan uang pendaftaran Rp100.000, - saya turut ambil bagian. Meski, harapan saya diterima tidaklah besar. Sebenarnya, tanpa beasiswa pun orang tua saya pasti sanggup mengeluarkan dana untuk kuliah. Lagi-lagi Allah menunjukkan kuasanya. 50% soal yang diujikan hampir mirip dengan Try Out yang saya bahas dan pelajari.
Dari enam belas orang yang mendapat beasiswa ke Universitas Gajah Mada (UGM), saya berhasil meraih peringkat kedua. Itu artinya, saya akan kuliah di Universitas Gajah Mada (UGM) dengan beasiswa penuh yang ditanggung oleh Pemerintah Provinsi Riau. Saya mencoba bertukar pendapat dengan panitia. Kalau boleh, beasiswa tersebut diberikan saja kepada murid yang kurang mampu. Namun, semua proses yang berhasil dilalui dengan baik tidak bisa diubah begitu saja. Diterima di Universitas Gajah Mada (UGM) lewat jalur undangan (SNMPTN) sekaligus memperoleh beasiswa berprestasi dari Pemerintah Provinsi Riau, merupakan hadiah besar dari Sang Maha Pencipta.
Mungkin orang berpikiran kalau jalan yang saya lalui sangatlah mulus.
Padahal, tidak serta-merta demikian. Saya pernah bersitegang dengan kedua
orang tua perihal jurusan saat SMA. Saya yang tergila- gila dengan sejarah,
harus memilih jurusan IPA. Sebab kedua orang tua tidak mengizinkan anaknya
masuk jurusan IPS.
“Kalau Agung
jurusan IPA, peluang ke depan akan lebih besar,” ucap Ibu kala itu. Beliau
ingin suatu hari nanti, putra semata wayangnya mengambil jurusan teknik
geologi, perminyakan, atau beberapa jurusan lainnya.
Meski tidak benar-benar setuju dengan perkataan orang tua, saya tetap mengikhlaskan hati untuk masuk
jurusan IPA. Namun,
saat pemilihan jurusan S1, saya memilih komitmen pada pendirian.
Selamat Datang di Universitas Gajah Mada
“Agung bisa kuliah
jurusan perminyakan, dengan IPK maksimal tiga. Tapi, kalau Ayah dan Ibu bisa
kasih restu Agung kuliah di jurusan politik dan pemerintahan, insya Allah Agung
bisa dapat IPK lebih dari tiga!” ucap saya saat memutuskan jurusan
kuliah yang hendak dipilih di
Universitas Gajah Mada (UGM).
Syukurlah
Ayah dan Ibu mengalah dan akhirnya memberi restu.
Berangkatlah saya menuju Yogyakarta beserta ketiga sahabat yang juga diterima
di kampus tersebut. Menggapai dan berjuang bersama menaklukkan mimpi. Kami juga
memilih untuk kos bersama.
Universitas Gajah Mada membuat rasa cinta saya pada pendidikan kian meningkat.
“Suatu hari nanti
saya harus bisa lanjut pendidikan hingga luar negeri!” janji saya pada diri
sendiri.
Meski fokus kuliah, saya juga aktif berorganisasi. Saya terpilih
menjadi Ketua Keluarga Riau Gajah Mada 2012 – 2014, Wakil Ketua Senat Mahasiswa
Universitas Gajah Mada (UGM) 2014, sekaligus aktif di Himpunan Mahasiswa Islam
Komisariat (HMI) Fisipol UGM. Akhir tahun 2014, saya mencalonkan diri sebagai
Presiden Mahasiswa UGM periode 2015.
Namun, belum diberikan kesempatan untuk memimpin kampus tercinta tersebut.
Kebanyakan
mahasiswa perantau, tergoda untuk menikmati berbagai hal di usia muda. Namun,
saya tetap fokus pada mimpi untuk menyelesaikan kuliah dengan cepat. Memilih
untuk tidak merokok, keluar malam, atau melakukan sesuatu hal yang tidak
bermanfaat. Wajah ibu dan ayah selalu terbayang dipelupuk mata.
Dengan
izin Allah, saya berhasil menjadi lulusan S1 terbaik di Departemen Politik dan
Pemerintahan Fisipol UGM dengan IPK 3,74. Saya juga berhasil menyelesaikan
pendidikan dalam kurun waktu tiga
tahun empat bulan.
Usia 23 Tahun, Menjadi Dosen Tetap di Universitas Islam Riau (UIR)
Apakah
saya berpuas diri setelah menyelesaikan S1? Tentu tidak. Keinganan untuk meraih
pendidikan lebih tinggi semakin memuncak. Saya kembali melanjutkan pendidikan
di Universitas Gajah Mada jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik.
2017,
kesedihan melanda keluarga kami. Ibu tercinta pergi menghadap Sang Pencipta.
Duka mendalam yang membuat saya begitu terpukul. Meski demikian, saya tidak
ingin berlarut-larut dalam kesedihan. Saya bertekad untuk menuntaskan kuliah
lebih cepat dibanding mahasiswa pada umumnya. Saya ingin membanggakan ayah dan
ibu. Keluarga yang selalu setia mendukung segala mimpi saya.
Alhamdulillah,
dalam kurun waktu satu tahun enam bulan, S2 berhasil saya tuntaskan. Setelah
itu, saya langsung mendapat kesempatan untuk Tes menjadi Dosen di Universitas
Islam Riau (UIR). Kemudian singkat cerita saya akhirnya bisa mengabdi di
Pekanbaru, kota kelahiran saya untuk mendidik generasi penerus bangsa.
Akhirnya,
saya kembali pulang menuju kampung halaman. Menjadi dosen tetap Ilmu Pemerintahan Fisipol
dalam usia dua puluh
tiga tahun. Usia yang tergolong muda untuk menjadi seorang dosen. Bahkan,
kebanyakan mahasiswa usianya lebih jauh di atas saya. Karena mengajar termasuk
salah satu passion saya, maka
pekerjaan ini berhasil membuat saya nyaman dan bahagia.
Banyak
orang-orang di sekitar yang mempertanyakaan pekerjaan saya, khususnya terkait
pemasukan.
“Kamu harusnya bisa lebih dari seorang dosen!”
Faktanya, meski menjadi seorang dosen pemasukannya tidak sebanyak
pekerjaan lain di luar sana, tetap saja itu tidak menyurutkan niat saya untuk
menjadi seorang pengajar. Menjadi dosen adalah ladang pengabdian sekaligus amal
jariyah. Saya suka belajar, mengajar, sekaligus berbicara. Sehingga profesi ini
sangat tepat bagi saya.
Setahun
menjadi seorang dosen, saya memantapkan diri untuk mempersunting pujaan hati. Ia yang sejak dulu selalu
menemani saya berjuang menggapai
mimpi. Setelah menyelesaikan pendidikan S1- nya di Universitas Gajah Mada, ia
bekerja di salah satu perusahaan swasta di Pekanbaru. Namun, setelah menikah
dengan saya, ia memilih resign agar
lebih fokus menjadi seorang istri. Tak lama kemudian, Allah titipkan buah hati
yang membuat keluarga kami jauh lebih
bahagia.
Usia 25 Tahun, Mendapat
Beasiswa S3 (Ph.D)
di Corvinus University of
Budapest
Tak
lama setelah kelahiran putri pertama kami, Allah kembali memberi kejutan luar
biasa. Beasiswa yang saya ajukan berhasil diterima. Padahal saat itu saya tidak
berharap banyak. Aktivitas menjadi seorang dosen sangatlah menyita waktu dan
tenaga. Belum lagi kemampuan berbahasa Inggris saya yang tergolong pas-pasan.
Alhasil, saya tidak bisa belajar lebih giat untuk mempersiapkan pendidikan S3.
Sebelumnya,
saya mendaftar beasiswa ke Turki. Sayangnya belum membuahkan hasil. Percobaan
selanjutnya adalah Eropa, yakni
Hongaria. Terkesan coba-coba karena saya tidak mempersiapkan segala sesuatunya
dengan matang. Namun, tahapan demi tahapan berhasil
saya lalui. Hampir
enam bulan lamanya
hingga saya dinyatakan lolos menjadi salah satu penerima beasiswa
Stipendium Hungaricum di Corvinus University of Budapest.
Budapest,
ibu Kota Hongaria adalah salah satu tempat dimulainya pendidikan tingkat
universitas, yakni pada tahun 1920- an, berupa Fakultas Ekonomi di Universitas
Sains Kerajaan Hongaria. Sejak 2019, Corvinus dikelola oleh yayasan negara,
bukan oleh negara itu sendiri. Saat
ini, Corvinus University of Budapest menjadi universitas terbaik di Hongaria
dalam Ilmu Ekonomi, Sosial, dan Politik.
Beasiswa Stipendium Hungaricum merupakan beasiswa yang disediakan oleh pemerintah Hongaria sejak tahun 2013, untuk mereka yang ingin melanjutkan studi ke jenjang S3 di seluruh universitas di Hongaria yang bekerja sama dengan program ini. Beasiswa ini menanggung keseluruhan biaya studi meliputi tuition fee, accommodation support, hingga biaya hidup. Per tahun 2020, beasiswa ini tidak hanya membiayai jenjang S3 saja, namun juga S1 dan S2. Selain itu, untuk Warga Negara Indonesia (WNI) kuotanya juga diperbanyak setiap tahunnya.
Perjalanan menuju Hongaria merupakan perjalanan terlama yang pernah saya tempuh. Kurang lebih 18 – 19 jam di dalam pesawat. Saat itu pandemi Covid-19 tengah merajalela melanda seluruh negara di dunia. Saya dan rombongan yang berangkat menuju Hongaria harus melakukan dua kali PCR selama proses keberangkatan. Padahal saat itu biaya PCR tergolong besar, mencapai dua juta lebih. Setelah tiba di Hongaria, kami harus dikarantina selama empat belas hari. Beruntunglah teman-teman Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Hongaria bergerak cepat untuk membantu kebutuhan makanan halal, tempat tinggal, pakaian winter, dan berbagai hal lainnya. Proses adaptasi juga dapat dilalui dengan baik.
Berkumpulnya Keluarga Kecil di Kota Bersejarah di Dunia
Setelah
beberapa bulan melalui hubungan jarak jauh dengan istri dan putri tercinta,
tibalah waktu saya menjemput mereka. Mereka akan tinggal bersama saya di kota
klasik di kawasan Eropa Tengah ini. 27 Januari 2021 adalah momen berkumpulnya
saya dan orang-orang tercinta dalam hidup saya. Lalu, percakapan antara saya
dan istri kembali terngiang.
“Pa, kapan ya kita bisa jalan-jalan keliling eropa?” ujarnya
suatu hari beberapa
saat setelah menikah.
“Bagaimana kita
bisa jalan-jalan keliling eropa? Itu butuh dana hingga puluhan juta,” jawab
saya pelan.
Namun,
sejak saya melanjutkan pendidikan di kota ini, kami berhasil mengunjungi banyak
negara di benua Eropa. Saya bisa mengajak anak dan istri saya menikmati
keindahan benua biru dengan mengunjungi berbagai negara, Italia, Jerman,
Belanda, Belgia, Austria dan Prancis sudah kami pijak. Saya akan terus
mewujudkan mimpi istri saya dengan mengajak ke negara-negara indah lainnya di
benua eropa ini.
Terpilih Menjadi
Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Hongaria
Menjadi
Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Hongaria periode 2021 – 2022
merupakan amanah besar bagi saya. Kini, sudah lebih dari 320 mahasiswa
Indonesia yang melanjutkkan pendidikan di Hongaria karena banyaknya program
beasiswa. Mulai dari dosen, pegawai, bahkan yang sudah berkeluarga menjadi
bagian dari pelajar Indonesia di Hongaria.
“Anda adalah apa yang anda bayangkan”
Masih
banyak teman-teman di dalam negeri, khususnya dari Provinsi Riau yang takut
untuk mencoba beasiswa luar negeri. Padahal peluang terbuka lebar. Saya percaya
yang namanya mimpi. Allah juga akan selalu memberi jalan bagi hamba-Nya yang
berjuang maksimal untuk menggapai mimpi tersebut. Sedari dulu, saya selalu
memegang sebuah kalimat
yang sangat menginspirasi bagi saya,
“anda adalah apa yang anda bayangkan.”
Saya tulis juga impian itu di dinding kamar, “Saya ingin kuliah di luar negeri!”
Motivasi terbesar harus berasal dari diri sendiri. Selanjutnya support sistem dari keluarga, teman,
lingkungan, sekaligus dosen tempat saya menempuh pendidikan. Saat menempuh
jenjang S1 dan S2 di Universitas
Gajah Mada, saya dipertemukan dengan dosen- dosen terbaik. Mereka lulusan S2
dan S3 luar negeri. Inggris, Amerika,
Jerman, dan negara-negara dengan kualitas pendidikan terbaik di dunia.
Untuk
mencapai suatu hal, saya selalu fokus pada komitmen. Tak lupa ridho orang tua yang menjadikan jalan
tol dalam hidup
saya. Terlebih ridho dari seorang ibu yang menjadi booster dalam setiap langkah hidup saya. Ibu memang tak ada lagi di
sisi saya. Namun, semua cinta, kasih, sayang, dan ajarannya akan selalu saya
kenang. Tanpa ibu, saya tidak akan mungkin sampai pada titik ini.
Tips Mendapat Beasiswa
Kuliah di Luar Negeri
Semua
orang memiliki kesempatan yang sama untuk melanjutkan pendidikan, bahkan di
luar negeri sekalipun. Asal ada niat dan kemauan, mimpi kuliah di luar negeri
pasti bisa tercapai. Namun, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan. Niat
sungguh- sungguh, bulatkan tekad dan percaya pada kemampuan, tingkatkan
kemampuan berbahasa asing, khususnya
Bahasa Inggris. Nilai TOEFL atau IELTS juga menjadi penentu. Apalagi targetnya
kampus di Eropa. Saat menerima
beasiswa, nilai TOEFL ITP saya 550, tentunya ini tergolong rendah bahkan
cenderung pas-pasan saja, namun ini cukup untuk sebagai sayarat pendafataran di
banyak beasiswa. Jika menggunakan IELTS, biasanya saya yang diminta minimalnya
adalah dengan skor 6,5. Namun, persyaratan minimum nilai
TOEFL atau
IELTS bisa saja
berubah setiap tahunnya. Setiap tahun akan selalu ada penerimaan beasiswa kuliah di luar negeri. Perhatikan negara
yang dituju. Setiap negara memiliki persyaratannya masing-masing. Penuhi segala
berkas yang diminta. Yang tak kalah penting, doa dan restu dari orang tua agar
langkah-langkah anda selalu mendapat ridho dari Yang Kuasa.
Post a Comment for "Pengalaman Kak Agung Lolos Beasiswa Stipendium Hungaricum Hungaria"