Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengalaman Beasiswa Stipendium Hungaricum Plus Trik Lolos Mendapatkan Beasiswanya

 


Berani Mengejar Mimpi (Oleh Kak Wongso)

“If you can dream, you can live it!”

Saya percaya yang namanya mimpi, pasti dapat diraih. Terlahir dari keluarga sederhana. Bapak lulusan SMA, sedangkan ibu tidak sampai menikmati bangku SMP. Meski kedua orang tua saya tidak memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi, mereka selalu mendukung segala mimpi putra-putrinya.

Sehari-harinya, kedua orang tua saya melakukan wirausaha kecil-kecilan. Berbagai jenis usaha telah mereka lakukan, selama itu halal dan bisa menopang biaya hidup keluarga. Inilah salah satu pembentuk karakter saya sebagai seseorang yang selalu memiliki sikap optimis dalam keadaan apapun. Saya sangat bangga menjadi putra mereka, dan saya selalu berdoa kepada Allah Swt. Agar diberi kesempatan untuk bisa membantu keluarga.

Saya lahir dan dibesarkan di Makassar, Sulawesi Selatan, 19 Mei 1989. Menempuh pendidikan SD hingga S2 di Makassar. Sembari kuliah, saya bekerja sebagai seorang pengajar bahasa Inggris karena saya memang bertekad untuk bisa membantu meringankan beban ibu dan bapak. S1 saya tempuh di Universitas Muhammadiyah Makassar, sedangkan S2 saya lalui di Universitas Negeri Makassar, program studi pendidikan Bahasa Inggris. Sedari kecil, saya memang menyukai bahasa asing, terutama bahasa Inggris.

Saya teringat kala teman-teman tertawa mendengarkan logat bahasa Inggris saya ketika masih duduk di bangku sekolah dasar. Namun, hal itu tidak menyurutkan niat saya untuk terus belajar. Hingga akhirnya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi berhasil saya gapai. Saya berpendapat bahwa mimpi bisa diraih, asal berniat dengan sungguh-sungguh. Tak lupa berusaha maksimal untuk menggapai mimpi tersebut, terus berdoa meminta pertolongan kepada Allah Swt. Agar segala jalan dipermudah. Allah Swt. Tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya.

Sebagai anak bungsu lelaki satu-satunya dalam keluarga, saya sudah dididik oleh orang tua untuk menjadi pribadi yang mandiri, bertanggung jawab, dan tidak mudah menyerah. Saat menempuh pendidikan S1, saya sudah bercita-cita untuk melanjutkan S2 ke luar negeri. Namun, ibu dan bapak tidak memberi izin. Pada saat itu, beasiswa bukanlah hal yang umum diketahui masyarakat, khususnya di daerah Indonesia Timur. Mereka berpikir, untuk kuliah di luar negeri, haruslah memiliki uang yang banyak.

Namun, mimpi tersebut tidak redup begitu saja. Sedikit demi sedikit saya memberi pemahaman kepada mereka, bahwa saya akan berjuang untuk mencari biaya kuliah sendiri. Tetap saja mereka merasa berat mengizinkan saya kuliah di luar negeri, karena saya merupakan anak laki-laki satu-satunya di rumah. Saya yang biasanya menemani mereka di rumah, harus pergi jauh menggapai mimpi dalam waktu cukup lama.

Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan jenjang S1, saya langsung melanjutkan ke jenjang berikutnya. Untuk jenjang S2, akhirnya saya kembali melanjutkannya di kota kelahiran, meskipun sebenarnya saat itu saya ingin mengecap pendidikan di luar negeri.

Pada saat itu, mental kedua orang tua saya belum siap untuk melepaskan anak laki-laki satu-satunya untuk hidup merantau. Karena hal tersebut, akhirnya saya memutuskan untuk kembali melanjutkan kuliah di kota Makassar.

Saya melanjutkan kuliah S2 sekaligus bekerja sebagai seorang konsultan Bahasa Inggris agar bisa membiayai pendidikan. Menuntaskan kuliah hingga jenjang S2 adalah salah satu anugerah besar dalam hidup saya. Perjuangan yang tidak mudah selama menempuh kuliah jenjang S2 membuat saya tidak hanya mendapat ilmu akademik, saya juga dibina untuk bisa menjadi pribadi yang bermental pejuang, bermoral dan berakhlak. Hasilnya membuat saya mampu menghadapi setiap tantangan hidup yang tidak mudah sampai hari ini.

Di penghujung S2, saya mulai mencari berbagai informasi beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S3. Sebenarnya, impian untuk melanjutkan pendidikan S3 sudah saya rancang sejak tahun 2012. Kala itu, saya masih menempuh pendidikan S2. Saya juga kembali belajar Bahasa Inggris secara khusus, termasuk TOEFL dan IELTS. Sebab hal tersebut termasuk salah satu persyaratan penting saat ingin mengajukan beasiswa ke luar negeri.

Tuntas S2, saya mencoba mendaftar kebeberapa jenis beasiswa yang saya ketahui seperti Australia Awards dan LPDP. Dua beasiswa ini hanya berhasil membawa saya hingga tahap interview akhir. Apakah saya menyerah begitu saja? Tidak! Tidak ada kata menyerah dalam hidup saya. Kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Saat saya gagal, saya bangkit dan mencoba kembali. Saya cari tahu di mana letak kekurangannya, lalu berusaha memperbaikinya.

Mudah untuk menyebutkan kata, “jangan pernah menyerah!”

Namun sesungguhnya hal ini tidaklah mudah. Terkadang ada rasa lelah dan hendak berhenti saja. Apalagi setelah tahun demi tahun berganti. Bisa dibilang perjuangan saya dalam memperoleh beasiswa untuk melanjutkan kuliah S3 ke luar negeri berjalan hingga lima tahun lamanya. Namun, Allah Swt. Maha Baik. Ia selalu memberi pertolongan dengan banyak cara selama kita tidak berhenti berjuang dan berdoa. Tidak ada perjuangan yang sia-sia. Salah satu cara Allah menolong saya adalah dengan mengirimkan orang-orang yang baik yang selalu mendukung saya dalam meraih cita-cita. Istri saya adalah salah satu orang baik yang dikirim Allah untuk selalu percaya dan mendukung cita-cita sekaligus mimpi saya.

Akhirnya, pada tahun 2018 saya mendengar nama beasiswa Stipendium Hungaricum yang merupakan beasiswa yang diberikan oleh pemerintah Hongaria untuk melanjutkan pendidikan di universitas di negara tersebut. Info ini untuk pertama kalinya saya peroleh dari kolega saya, seorang dosen. Sayapun mencoba beasiswa Stipendium Hungaricum untuk pertama kali di tahun tersebut. Namun, saya harus menelan pil pahit karena tidak memperoleh supervisor. Alhasil, beasiswa tersebut tidak berhasil saya dapatkan.

Saya sangat yakin bahwa beasiswa dan negara ini sangatlah cocok dengan visi-misi sekaligus riset yang akan saya lakukan. Saya kembali mencoba dan berusaha lagi di tahun berikutnya, semaksimal mungkin memenuhi semua persyaratan. Tahap demi tahap saya lalui dengan baik, hingga akhirnya dipertengahan tahun 2020 berita baik itu datang menghampiri. Saya dinyatakan lolos dan memenuhi syarat sebagai penerima beasiswa Stipendium Hungaricum.

Momen ketika mendapatkan pengumuman bahwa saya lolos adalah salah satu peristiwa paling membahagiakan sekaligus mengharukan bagi saya.


“Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”

(Qs. Ar-Rahman)

 

Menjemput Mimpi Bersama Keluarga di Budapest

“Sungguh Allah adalah penulis skenario hidup terbaik.”


September 2020, harusnya menjadi waktu keberangkatan saya ke Budapest. Namun, saat itu, seluruh negara di dunia berada dalam masa puncak pandemi Covid-19. Selain itu, istri saya juga tengah mengandung buah hati kami yang kedua. 

Syukurnya, saya masih bisa menemani istri berjuang melahirkan buah hati kami. Efek pandemi membuat semester awal kuliah bisa dilakukan secara online. Saat itu saya menyadari bahwa memang benar dibalik kesulitan selalu ada kemudahan. Bahwa selalu ada hikmah dibalik banyak hal. Setelah melahirkan buah hati kami yang kedua, saya harus berangkat ke Budapest. Sedih rasanya meningalkan istri dan kedua anak kami yang masih kecil. Apalagi si bungsu yang baru saja berumur 4 bulan harus menjalani operasi hernia. Sedihnya luar biasa. Diusianya yang masih belia harus merasakan operasi seperti itu. Belum lagi saya yang tidak bisa mendampingi mereka di sana. Sungguh, hati ini begitu teriris. Hanya doa-doa terbaik yang selalu saya panjatkan. Semoga Allah Swt. Melindungi seluruh keluarga saya di Indonesia.

Berpisah kurang lebih empat bulan lamanya dengan istri dan kedua anak. Mungkin bagi orang lain, waktu itu sangatlah singkat. Namun bagi saya, lamanya luar biasa. Saya benar-benar rindu anak, istri, dan orang tua pada saat itu. Tidak ada hal lain yang dapat saya lakukan di kota yang penuh dengan keindahan ini selain belajar, untuk mengalihkan perhatian dan rasa rindu saya. Bila tidak ada kegiatan, saya memilih untuk mengurung diri di dalam kamar atau menyendiri sambil menikmati segelas kopi di taman. Melakukan komunikasi dengan istri, anak, dan keluarga juga tidak bisa sesuka hati karena perbedaan waktu yang sangat signifikan antara Budapest dan Makassar.

 

“Dibalik kesulitan, ada kemudahan.” (Qs. Al-Insyirah:5)

Alhamdulillah, tiba saatnya saya menjemput istri dan kedua anak. Sangat bahagia rasanya. Meskipun untuk melakukan perjalanan dari Budapest menuju Indonesia saya harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Apalagi pandemi Covid-19 masih dalam puncaknya. Sesampainya di Indonesia, saya harus dikarantina lima hari terlebih dahulu di Wisma Atlit (area karantina bagi orang-orang yang masuk ke Indonesia dari luar negeri). Karena negatif Covid-19, saya bisa ke luar dari Wisma Atlet tepat dihari kelima. Saya berjumpa dengan istri saat beliau tengah mengurus visa di Jakarta. Saat itu, istri tengah mempersiapkan segala berkas untuk ikut serta bersama saya ke Budapest. Selesai urusan istri, kami bersama-sama menuju Makassar untuk menjemput buah hati.

Dihari keberangkatan kami menuju Budapest, kami sangat mengkhawatirkan kondisi anak-anak yang masih kecil. Semakin memburuknya situasi Indonesia akibat penyebaran Covid 19 membuat saya dan istri lumayan khawatir hingga sempat menunda keberangkatan. Namun, pada akhirnya karena situasi yang tidak juga membaik, ditambah penundaan yang sudah terlalu lama, maka kami memutuskan dan memberanikan diri untuk berangkat ke Budapest pada bulan Agustus 2021, meskipun harus melengkapi banyak persyaratan karena pembatasan penerbangan untuk anak dibawah umur 12 tahun.

Salah satunya adalah anak-anak saya yang masih sangat kecil harus memiliki bukti PCR. Beruntunglah semua dapat berjalan dengan lancar karena pertolongan Allah melalui banyak pihak. Sehingga di bulan Agustus tahun 2021, perjalanan saya dan keluarga tercinta menjemput mimpi ke Budapest pun dimulai.


Ada Cinta di Budapest

Budapest adalah kota yang sangat menawan. Pertama kali menginjakkan kaki di negeri ini, saya langsung jatuh cinta. Bangunan klasik bisa ditemukan di mana-mana. Masyarakat ramah dan suka menolong. Perbedaan keyakinan juga tidak menjadi masalah.

Saat luang, saya dan keluarga memutuskan untuk menikmati keindahan Budapest. Kami yang kebetulan tiba di musim gugur, musim yang membuat kota Budapest semakin menawan, harus segera beradaptasi dengan dinginnya cuaca di kota ini yang bisa mencapai -1. Untungnya kami telah mempersiapkan diri untuk menghadapi cuaca yang dingin seperti ini, sehingga kami tetap bisa bepergian ke beberapa tempat. Sayangnya, karena kami baru memiliki vaksin Sinovac yang kami ambil di Indonesia, belum bisa berterima di negara-negara Eropa, sehingga kami harus menunda niat kami untuk berkeliling ke negara Eropa lainnya. Kami tetap bisa diterima di Hongaria karena status saya sebagai pelajar yang mendapatkan visa khusus dari negara ini.

Meskipun belum bisa bepergian ke negara-negara Eropa lainnya, saya dan istri masih bisa mengelilingi negara yang indah ini. Kami mendatangi seluruh tempat-tempat indah di Budapest hingga ke perbatasan Hongaria dan Slovakia, atau memilih berwisata di tempat yang tak begitu jauh dari flat.

Sebenarnya untuk menyegarkan otak dan perasaan yang bosan di Budapest bukanlah hal yang sulit dan tidak membutuhkan banyak biaya. Cukup dengan berjalan-jalan ke taman saja sudah sudah sangat menyenangkan karena di setiap sudut kota pasti tersedia taman di mana anak-anak bisa bermain dan kami bisa duduk santai menikmati minuman hangat sekaligus camilan yang kami bawa dari rumah. Aktivitas bersantai di taman tersebut juga adalah aktivitas yang sangat umum bagi penduduk asli di sini.

Di luar banyaknya hal yang menyenangkan dan membahagiakan, kendala yang saya hadapi adalah sulitnya menemukan tempat ibadah, saat berada di luar flat. Baik itu di kampus atau sedang bepergian karena jumlah masjid yang sangat terbatas. Hanya ada empat masjid saja di kota Budapest ini. Sehingga, solusinya adalah dengan mengatur jadwal kami ketika ingin bepergian. Kami harus memperhitungkan jam salat terlebih dahulu, atau jika memang mendesak maka kami harus menjamak salat. Salah satu yang membuat saya sangat rindu Indonesia adalah karena di sini, saya tidak bisa salat berjamaah lima waktu setiap hari. Itulah mengapa, momen salat Jum’at adalah momen yang sangat saya dan teman-teman muslim nantikan di sini.


Sebagai pecinta kopi, Budapest adalah tempat yang sangat sesuai untuk saya. Ada banyak penjual kopi di sini. Rasanya pas di lidah, dengan harga yang sangat terjangkau. Semua sudut kota bisa dijadikan sebagai tempat ngopi. Bahkan di kelas atau perpustakaan sekalipun.


Target Selesai S3

“Apa yang ditakdirkan untukmu tidak akan melewatkanmu.”

(Umar Bin Khattab)

Menjadi bagian Eötvös Loránd University, Budapest, sangatlah menyenangkan. Fasilitas dan suasana belajar begitu nyaman. Kita bisa bebas berargumen, baik sesama mahasiswa ataupun professor. Meski para professor tersebut sudah memiliki ratusan bahkan ribuan tulisan yang sudah diakui dunia, mereka tetap terbuka dengan segala macam pendapat mahasiswa. Semua hal tersebut membuat saya merasa sangat bersyukur dan bangga menjadi bagian dari kampus yang luar biasa ini.

InsyaAllah, setelah menyelesaikan S3 saya di sini yang bila tidak ada halangan berakhir pada tahun 2024, saya akan kembali fokus sebagai seorang dosen dan peneliti pada bidang bahasa dan pendidikan diIndonesia. Selain itu, saya juga akan kembali membangun @esho_makassar yang sudah saya dirikan bersama rekan saya @ahadm_rzk sejak tahun 2014.

 

Ada sangat banyak target yang ingin saya capai setelah menyelesaikan S3 di sini. Tetapi, hal yang terbaik untuk dilakukan saat ini adalah menikmati setiap momen perjuangan saya selama menimba ilmu di benua biru ini. Menciptakan banyak kenangan indah bersama istri dan anak-anak saya selama berada di sini karena saya sangat yakin bahwa segala sesuatunya telah Allah takdirkan untuk saya.


Tips Memperoleh Beasiswa

“Ada banyak jalan menuju Roma.”


Banyak orang yang ingin melanjutkan Pendidikan ke luar negeri dengan menggunakan beasiswa. Sebenarnya, dengan perkembangan teknologi, informasi seputar beasiswa luar negeri sudah mudah didapatkan. Selain Stipendium Hungaricumn yang khusus ke negara Hongaria, masih ada beberapa jenis beasiswa yang bisa didapatkan dengan tujuan negara Eropa. Sebut saja StuNed, Tulip, ataupun Erasmus+. Belum lagi beasiswa lain yang disediakan negara-negara lain di luar negara -negara Eropa.

Akan tetapi, untuk meraih sesuatu yang besar, jangan berharap bahwa pengorbanan dan usaha yang diberikan juga tidak besar. Ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi dalam usaha mencapai beasiswa apapun itu. Salah satu persyaratan yang sangat penting adalah bukti penguasaan bahasa yang pada umumnya IELTS ataupun TOEFL. Persyaratan lainnya berupa sertifikat organisasi, prestasi yang dimiliki, esai, dan beberapa hal lainnya.

Selain pemenuhan berbagai persyaratan eksternal, untuk memperoleh beasiswa termasuk beasiswa Stipendium Hungaricum ini, menurut saya secara pribadi, dibutuhkan tiga syarat internal yang harus dipenuhi, yakni mentality, motivasion, dan minset. Mentality adalah menanamkan mental petarung. Saat orang lain masih sibuk bersantai, kita sudah curi start terlebih dahulu. Motivasion adalah berusaha mambangun motivasi untuk meraih cita- cita. Meski pernah gagal, tetap tidak menyerah dan terus berjuang. Sedangkan minset adalah membangun pola pikir untuk menjadi seorang pemenang yang mampu menciptakan peluang.

Setelah itu, yang perlu dilakukan adalah bersabar dan terus berdoa. Selalu ingat bahwa hidup hanya sekali, lakukan yang terbaik yang kamu mampu. Tak lupa untuk meniatkan segala sesuatunya demi ibadah. Saat kamu dihadapkan pada halangan dan rintangan, Allah Swt. Akan selalu memberi pertolongan. Berhasil tiba di titik ini bukanlah sebuah proses yang mudah bagi saya. Saya harus menerima kegagalan beasiswa berkali-kali. Kemauan, kerja keras, disiplin, fokus pada prioritas, dan mampu membagi waktu adalah beberapa hal yang harus dimiliki petarung yang ingin melanjutkan pendidikan ke luar negeri.


Post a Comment for "Pengalaman Beasiswa Stipendium Hungaricum Plus Trik Lolos Mendapatkan Beasiswanya"