14 Anak Penderita HIV AIDS Ditolak Bersekolah, Masih Adilkah Pendidikan Kita?
Suasana belajar di yayasan Lentera Solo, mereka menangani |
Selasa pagi (19 Feb) aku sangat terkejut dengan salah satu headline di Radar Bogor yang menceritakan kisah 14 anak dengan HIV AIDS dilarang bersekolah oleh sebuah sekolah dasar di Solo.
Mereka adalah empat belas anak yang positif menderita HIV AIDS atau biasa disebut (ADHA). Kondisi mereka saat ini tengah berusaha mendapatkan hak untuk tetap belajar sebagaimana anak lainnya yang bisa belajar formal. Mereka terpaksa belajar di asrama karena mendapatkan penolakan dari para wali murid di tempat mereka bersekolah di SDN Purwotomo, Solo, Jawa Tengah.
Banyaknya para orang tua yang keberatan dengan adanya anak dengan HIV AIDS yang sekolah di SDN purwotomo ini ditanggapi oleh sekolah secara serius. Pihak sekolah membuat berita acara berisikan keberatan jika para ADHA bersekolah disana. Tidak hanya itu, surat itu ditembuskan kepada kepala sekolah, komite sekolah, dan perwakilan orang tua siswa.
Hingga kini, status empat belas siswa tersebut masih nggantung. Jadilah mereka selama sepekan tidak lagi bersekolah formil. Anak-anak malang tersebut sementara ini diasuh oleh sebuah yayasan yang bernama Yayasan Lentera. Kini, mereka hanya mengenyam pelajaran di asrama saja.
Kegiatan Sabtu lalu misalnya (16/2/2019) tepat setelah sepekan mereka tidak sekolah, mereka belajar dipandu bersama para guru dari eks SDN Bumi. Menurut dari kisah yang ditulis wartawan Radar Bogor tersebut, di SD Bumi itulah dulunya ke empat belas anak tersebut sekolah. Tetapi karena satu dan lain hal maka SD bumi dan SD Purwotomo digabung. Masalah justru muncul ketika SD Bumi dan Purwotomo digabung.
Dulunya selagi SD Bumi belum digabung, ke empat belas anak itu masih bisa sekolah seperti biasa. Bermain bersama teman, bersosialisasi, belajar layaknya anak lain tanpa ada diskriminasi.
Mayoritas dari keempat belas anak itu sudah tidak punya orang tua. Ataupun kalau ada, mereka tidak dirawat dengan baik. Sungguh memprihatinkan kondisi mereka.
Yunus, ketua yayasan Lentera yang menangani ke empat belas anak tersebut merasa prihatin sekaligus terenyuh sekali. Tiap kali mendengar anak-anak bertanya "Kapan kita sekolah lagi? apakah sekolah masih libur?". Yunus hanya bisa terdiam dan coba mengalihkan mereka. "Sekolah masih libur, sekarang santai saja dulu".
Sampai di bagian ini, hati saya merasa pedih sekali. Hak-hak anak untuk belajar anak-anak tersebut terenggut oleh alasan yang tidak masuk akal. Memang betul AIDS adalah penyakit yang mematikan, tapi tidak 'parno' gitu donk. AIDS pun tidak semudah itu menular pada orang lain (asal kita tau apa dan bagaimana penyebarannya). Apakah tidak ada solusi lain selain mengucilkan mereka dari teman-teman dan pelajaran yang seharusnya mereka dapatkan? Menolak anak-anak itu bersekolah itu adalah pelanggaran HAM, setiap warga negara, termasuk anak-anak kan berhak mendapat pendidikan yang layak.
Saya hanya bisa mendoakan semoga ke empat belas anak tersebut dapat pendidikan yang layak, dan semoga indonesia kedepan makin bisa memberikan ruang pendidikan bagi para anak penderita AIDS. Bagaimanapun mereka adalah anak Indonesia yang berhak mendapat pendidikan. Mari gaungkan terus pendidikan untuk semua kalangan/lapisan masyarakat tanpa memandang apa status sosial mereka atau apa penyakit yang sedang di derita.
Post a Comment for "14 Anak Penderita HIV AIDS Ditolak Bersekolah, Masih Adilkah Pendidikan Kita?"